Seminggu ini berlalu dengan suram. Tak ada lagi canda tawa yang terdengar dari rumah Pak Tarno. Sejak kejadian seminggu yang lalu, Putri berubah menjadi anak yang pendiam.
Tepat seminggu berlalu, malam ini malam Jumat kliwon. Bu Endah tiba-tiba mendengar suara tawa lagi dari kamar Putri. Bu Endah mulai kesal pada suaminya. Seminggu ini, jelas-jelas ada sesuatu yang aneh dari sosok putri mereka, tapi Pak Tarno masih mengelak saja. Pak Tarno tetap berkata Putri baik-baik saja.
Malam itu, waktu sudah menunjukkan pukul 10 malam. Bu Endah dan Pak Tarno sedang bersiap-siap untuk tidur. Sebelum mematikan lampu, Bu Endah berkata, “Pak, ini udah lain, besok sekolah kan libur karena ada rapat guru, Putri kita bawa ke dokter ya, sekalian ke psikiater kalau perlu.”
Nada bicara Pak Tarno melemah, tak setegas biasanya, “Bu, Putri itu gak sakit Bu. Putri enggak gila Bu. Sudah ya. Lagi pula, Ayah mau pergi ke Kota C besok. Ada sayuran yang mau diborongin, ayah harus survey dulu. Ayah nginep di sana 2 malem ya, soalnya belum dipanen semuanya juga.”
“Ya sudah terserah Ayah.” Ucap Bu Endah, lalu mematikan lampu kamarnya.
Keesokan paginya.
“Bu Ayah, Putri berangkat dulu ya. Putri mau sarapan di sekolah aja.” Ucap Putri, menyapa orang tuanya yang sedang sarapan bersama di meja makan.
“Lho Put, sarapan dulu lah, Ibu kan udah masak banyak buat kamu. Kalau gak sarapan nanti sakit lho.” Ucap Pak Tarno.
“Yah….”
Putri belum selesai berbicara, tiba-tiba terdengar suara ketukan pintu dari pintu depan.
“Pagi-pagi ada siapa ya? Ibu buka dulu ya.” Ucap Bu Endah.
toktoktok…
Bu Endah pun pergi membuka pintu. Saat membuka pintu, ia mendapati Aldi sedang berdiri di depan pintu rumahnya.
“Assalamualaikum Bu. Maaf mengganggu pagi-pagi. Aku baru sampai tadi, terus langsung ke sini. Bagaimana kabar Putri? Seminggu ini aku tidak bisa menghubungi siapa pun, Putri, telepon rumah ini pun tak ada seorang pun yang menjawab.” Terang Aldi dalam satu tarikan napas.
“Nak Aldi, silakan masuk dulu. Kita ngobrol di dalam ya.” Ucap Bu Endah.
Aldi mengangguk, lalu mengikuti Bu Endah masuk ke dalam rumahnya. Begitu Aldi melihat Putri, Putri langsung berteriak, “Jahanam kamu Aldi Sialan!!!”
Brukkk!
Putri yang sudah rapi mengenakan seragam sekolahnya tiba-tiba jatuh pingsan. Aneh tapi nyata, wajah Putri yang sudah pucat pasi, wajahnya semakin pucat lagi, kantung matanya sangat hitam dalam seketika saja.
Semua orang yang ada di sini panik, Aldi langsung menggendong Putri. Mereka semua langsung bergegas ke garasi mobil, lalu pergi ke rumah sakit terdekat. Putri langsung masuk ruang IGD.
Pak Tarno, Bu Endah dan Aldi menunggu di luar ruang IGD. Aldi yang agak kesal karena tak kunjung mendapatkan informasi apapun mulai bertanya, “Bu, Pak, sebenarnya apa yang terjadi pada Putri? Kenapa baru dibawa ke dokter? Sudah seminggu ini aku gak bisa hubungi siapapun di rumah Putri.”
“Sudah tidak usah banyak bertanya. Namanya juga musibah tidak ada yang tahu. Telepon rumah kami juga baik-baik saja kok. Urusan Putri biar kami yang urus. Kamu pulang saja dulu.” Ucap Pak Tarno dengan ketus.
Bu Endah segera menghampiri Aldi, “Nak, ikut dulu ya sama Ibu.”
Setelah ke sudut ruangan yang agak sepi, Bu Endah melanjutkan, “Ayahnya Putri sedang banyak pikiran. Mohon maklum. Akhir-akhir ini omzet sedang menurun dratis, sedangkan karyawan tetap harus digaji. Kamu pulang dulu saja ya Nak. Istirahat sebentar. Nanti ke sini lagi kalau Ayahnya Putri sudah pergi.”
“Lho Putri lagi gini, Bapak mau pergi ke mana?” Tanya Aldi.
“Mau jemput sayuran borongan yang murah, di luar kota, kali aja bisa nutup omzet.” Jawab Bu Endah.
“Baiklah kalau begitu Aldi pulang dulu ya Bu.” Aldi pamit sambil mencium tangan Bu Endah.
“Hati-hati di jalan ya Nak Aldi.”
Bu Endah pun kembali menghampiri Pak Tarno. Pada saat ini, kebetulan dokter dari ruang IGD keluar, “Keluarga Saudari Putri?”
Pak Tarno langsung bergegas berdiri, “Saya Pak, saya ayahnya. Bagaimana keadaan putri saya, Pak Dokter?”
“Kita ngobrol di dalam saja ya, silakan Bu Pak ikut dengan saya.” Ucap dokter itu sambil mengajak mereka masuk ke sebuah ruangan.
“Begini Bu, Pak, keadaan tubuh Putri sulit kami deteksi. Tekanan darahnya sangat aneh. Lima menit yang lalu di angka 70/40, lima menit kemudian tiba-tiba tinggi sekali ke angka 140/60, kemudian turun drastis lagi…”
“Satu lagi…”
“Apa Dok? Katakan saja cepat, kami khawatir sekali.” Ucap Pak Tarno.
“Coba Ibu Bapak lihat hasil rontgennya. Kami sudah mencobanya 10 kali, namun hasilnya tetap seperti ini.” Ucap sang dokter sambil menyerahkan 10 foto rontgen bagian tubuh atas Putri.
Hasil rontgentnya putih, seolah tubuh Putri tak bisa terpotret.
Ada apa ini…
*****
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)