DDBG Bab 1

DDBG Bab 1
5
(1)

POV: Michele

“Sayang, kok tumben nongkrong sama teman-teman kamunya sampai malam begini?” tanya Dito sambil memelukku dari belakang.

Aku sambil menghapus make up-ku depan westafel apartemen yang kami tinggali.

Sambil terus menghapus make up, aku menjawab ketus, “Aku udah izin sama kamu tadi, kenapa tadi izinin terus sekarang tanya-tanya lagi?”

Ardito Sudjaya, suamiku yang terkenal pekerja keras dan penyabar ini tersenyum dan mengelus rambutku.

“Udah jangan ngambek, aku cuma tanya biasa aja sayang. Malam ini, kita quality time ya, aku kangen peluk-pelukan lama sama kamu.”

Tanpa ragu, Dito mulai mencium leherku dan menggerayangi tubuh mungilku.

Aku tahu maksud Dito ke mana, aku pun buru-buru berkata, “Tunggu aku mandi dulu.”

Hal yang kuharapkan adalah, Dito segera pergi keras kamar menungguku, lalu aku berlama-lama di kamar mandi. Namun, naas, Dito justru menelanjangiku dan berbisik, “Kita mulai dari sini aja.”

Aku tidak bisa lagi menolak, tenaga Dito terlalu besar untuk kutolak.

Di bawah shower dengan air bersuhu 37 derajat, Dito membasuh tubuhku dari sabun mandi. Dengan kelihaian tangannya, dia membalut tubuhku dengan handuk dan menggendongku ke ranjang.

Mungkin karena sebulan ini tidak ada hubungan layaknya suami istri, nafsu Dito begitu menggebu-gebu malam ini.

Saat mencapai puncak kenikmatan, aku yang sudah tidak sanggup lagi, berkata dengan terbata-bata, “Ardi, kamu minum obat apa, udah, aku udah nggak sanggup lagi.”

Detik itu pula, dia segera menghentikan gerakannya dan bertanya dengan heran, “Coba bilang sekali lagi?”

“Udah Dit, aku udah nggak sanggup lagi.”

Tanpa menyelesaikannya, Dito langsung merebahkan tubuhnya di sampingku. Aku pun heran kenapa dia tidak menyelesaikannya sampai selesai. Awalnya aku tidak peduli, tapi rasa penasaran ini tidak membuatku mengantuk.

Aku pun bertanya, “Kamu kenapa? Aku ada salah? Ada kurang?”

Jawaban Dito justru membuatku makin bingung.

“Menurut kamu, kamu ada salah nggak? Salah bicara misalnya.”

Aku terdiam, lalu Dito lanjut berkata, “Kamu nggak pernah panggil aku Ardi.”

Seketika aku terhenyak, “Oh, tadi, itu karena kondisi barusan aja, aku udah nggak bisa napas lagi, kamu masih aja maksa.”

Aku malas ada pertengkaran tidak penting, aku pun segera membujuk dan menggodanya lagi.

Fiuh, malam ini pun akhirnya berakhir dengan baik dan…

Aman.

Sudah jam 2 pagi, tapi rasa kantuk tak kunjung datang. Sementara Dito sudah tertidur pulas di sampingku. Untung besok akhir pekan, aku tidak perlu bangun pagi pergi ke kantor. Aku pun pergi ke ruang tamu untuk menonton film. Aku melihat grup kantor dan foto-foto tadi sore menjelang malam saat kami nongkrong di coffe shop. Tanpa sadar, senyumku merekah saat melihat foto-foto itu, terlebih melihat seseorang yang duduk di sampingku.

Sedikit kembali ke sore tadi.

Sore tadi, waktu sudah menunjukan pukul 4.30 sore. Bagi sebagian banyak orang, jam-jam yang dinantikan untuk pulang akhirnya tiba, mereka menyambut dengan tawa riang. Lain denganku yang rasanya ingin berlama-lama di kantor.

“Chel, lo balik ini langsung ke rumah? Ngopi bentar yuk sama anak-anak, jangan langsung balik sih,” tanya Mira, teman kantorku.

Aku tersenyum lalu menjawab, “Sebentar ya, gue tanya orang rumah dulu.”

“Aman sayang, pulangnya hati-hati ya nyetirnya,” ujar Dito di telepon.

“Let’s go Mir, kapan lagi kita bisa kumpul full team satu departemen.”

Coffee shop yang dipilih berada tidak jauh dari kantorku.

Sesampainya di cafe, rekan-rekan kerjaku mulai berbincang dari hal penting sampai hal yang sangat absurd, dan tibalah di topik yang menggelikan bagiku, yaitu pernikahan.

Sena, salah satu timku bergurau, “Ardi, lu udah mau jadi SPV, udah okelah gaji lu buat nikah hahaha.”

Ekspresi Ardi terlihat kikuk, dia menjawab, “Gampanglah soal itu.”

“Ehem, gue kayaknya masuk angin deh, balik duluan yah,” ucapku pada mereka.

Ardi yang tinggal dekat apartemenku berkata, “Masih jam 8 kok buru-buru sih Bu?”

Sena menimpali, “Iya nih, jadi manajer bikin gampang masuk angin ya? Hahaha.”

Mood-ku tidak karuan, aku hanya tersenyum getir tidak merespons bercandaan mereka. Tapi, Ardi langsung peka.

“Bu, gue aja yang nyetir ya, sekalian nebeng hehe,” ujar Ardi.

Aku menyerahkan kunci mobilku dan pamit pada mereka semua.

Aku dan Ardi belum jauh meninggalkan coffee shop itu, mereka yang masih di sana mulai menggunjing perihal Ardi.

“Ardi tuh backrgroundnya apa sih? Dia lulusan kampus kampung, tapi cepat banget naiknya.”
“Makanya, harus bisa enakkin atasan, maksudnya soal kerja hahahaha.”

Entahlah, aku punya keyakinan mereka pasti merasakan ada yang berbeda antara aku dan Ardi.

Di dalam mobil, kami hanya diam saja. Suasana hening terasa begitu mencekam. Sampai akhirnya Ardi membuka pembincaraan, “Marah, Bu?”
”Nggak, biasa aja Pak,” jawabku ketus.

Kami sudah hampir sampai di apartemenku. Biasanya, Ardi akan turun depan gerbang masuk, lalu dia berjalan ke arah kosannya. Kali ini, mobil berbelok menuju kosan Ardi.

“Ardi, kamu mau apa? Dito udah nunggu aku di rumah.”

Ardi mencubit pipiku. “Aku kangen banget sama kamu, pelukan sebentar ya di kosanku.”

Ya, ini dosa terbesarku saat ini. Aku mulai bermain api di belakang Dito.

Semua ini sudah berjalan sekitar lima bulan. Tahun ini aku berusia 30 tahun, sudah menikah dengan Dito selama 5 tahun. Kenyataan pahit begitu menikah harus aku terima, ternyata Dito tidak subur, membuat kami tidak bisa memiliki anak. Ditambah menikah dengan orang yang sama-sama ambisius dalam karier, pernikahan ini rasanya makin hambar. Hidupku yang hampa, akhirnya kembali berwarna saat rasa-rasa hambar ini mulai terobati oleh hadirnya Ardi.

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

DOSA DI BALIK GAPURA

DOSA DI BALIK GAPURA

Status: Completed Author: Released: 2025
Seorang wanita muda yang mulai jenuh dengan rumah tangganya terjerat dalam perselingkuhan dengan rekan sekantor penuh rayuan. Awalnya hanya pelarian sesaat, namun liburan yang dijanjikan berubah jadi jerat ketika ia justru dibawa ke desa terpencil dengan aturan adat yang keras, hingga terpaksa dinikahkan secara adat tanpa benar-benar rela. Di tengah upayanya mencari jalan keluar, sang suami yang resah akhirnya menemukan jejak istrinya. Pertemuan di desa itu pun jadi titik balik mengejutkan. Antara cinta, pengkhianatan, dan adat yang mengikat, akankah rumah tangga mereka masih bisa diselamatkan?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya