Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
Satu minggu menuju sidang perceraian. Aku bisa mengatakan seminggu ini adalah seminggu paling menyiksa dalam hidupku. Sejak Dinda mengatakan seluruh keluh kesahnya, hidupku benar-benar hancur.
Setelah selesai shalat tahajjud, aku pergi ke kamar utama, tempat aku dan Dinda biasa tidur, kamar bersama kami. Aku menangis sejadi-jadinya, “Dinda sayangku, istriku, bahagiaku, tolong maafkan aku,” aku bersujud di bawah tempat tidur, “ayo pukulin aku, maki aku, lampiasin semua amarah kamu sama aku. Tapi jangan tinggalin aku, aku mohon.”
Dinda terbangunkan oleh suara tangisanku. Aku kira ia tidak akan menangis, tapi faktanya lain. Dinda tetaplah wanita lembut yang aku kenal, Dinda menangis, “Aku maafin kamu, sudah jangan nangis lagi, Galih, manusia tempatnya salah, udah ya jangan nangis lagi.”
Ucapan yang terdengar menenangkan ini bagaikan belati tajam yang menusuk jantungku. Tak ada lagi panggilan sayang, mas, cintaku, Dinda memanggil namaku. Mungkin luka yang kuberi sudah terlalu dalam. Maafkan aku Dinda.
Aku tak tahan lagi, aku langsung menciumi Dinda. Toh bagaimana pun status kami masih suami istri. Kami masih bisa melakukan hubungan suami istri seperti sebelumnya.
“Stop Galih, jangan kesetanan seperti ini!” ucap Dinda dengan suara yang agak tinggi.
Aku tak ingin membangunkan anak-anak, aku berbisik pelan padanya, “Kita masih suami istri! Kamu tidak boleh menolakku!” aku menunduk di bahu Dinda, “Rasakan cintaku, aku tau jantung kamu masih berdetak kencang saat aku sentuh. Kita sama-sama redakan ego kita. Aku mohon ya demi anak-anak.”
“Galih!”
***
Dua hari berlalu bagaikan kehidupan saat pertama menikah dulu. Sudah dua hari ini juga aku selalu pulang tepat waktu. Rasanya senang sekali. Ternyata, Allah masih memberiku kesempatan untuk selamat dari jurang kenestapaan hidup karena dosa dan ulahku sendiri.
Tak terasa, akhir pekan pun tiba. Aku mengajak Dinda dan kedua anakku untuk berlibur di sebuah pulau kecil yang tak jauh dari kota kami. Dinda mau! Rasanya senang sekali, Dinda mulai menerimaku kembali. Ia sudah tak pernah membahas masalah perceraian lagi, seolah perceraian tak akan pernah kembali.
Pulau yang indah, dengan signal yang buruk. Hal ini membuatku bisa lebih fokus menghabiskan waktu bersama dengan keluargaku tanpa gangguan masalah pekerjaan.
Matahari di pulau kecil ini sudah mulai turun di barat. Senja yang begitu menenangkan, dengan makanan ringan dan minuman segar, keluarga kecil itu duduk di tepi pantai. Saat kedua anakku selesai bermain pasir, anak sulungku menghampiri aku dan Dinda, “Kalau Mama sama Papah udah cerai, nanti kita bakal jarang lagi ya kumpul bareng.”
Umur putraku belum genap delapan tahun, tapi kenapa sudah bisa mengerti hal seperti ini? Mungkinkah pertengkaranku dengan Dinda di dengar oleh putraku?
Air mataku lagi-lagi mengalir. Sejahat itu kah aku sampai membuat keluarga kecilku benar-benar berantakan. Saat aku ingin berbicara, Dinda tiba-tiba berkata, “Sayang, kita bakal tetap bersama. Bedanya, papah bakal jenguk kita beberapa hari sekali, gak bisa lagi nginep bareng kita.”
DEG! Hatiku seolah tertusuk belati lagi. Sakit sekali, jadi, seminggu ini… Hubunganku sudah begitu hangat lagi denagn Dinda, tapi Dinda masih bersikeras untuk bercerai? Aku yang jahat atau memang Dinda yang jahat? Sengaja mempermainkan hatiku? Aku tak ingin langsung membahasnya sekarang. Aku tak ingin anak-anakku semakin terpengaruhi oleh masalah ini. Jadi, aku hanya bisa tersenyum dan berkata, “Bisa sayang. Kita akan selalu bersama. Main lagi gih.”
Putraku mengusap air mataku, “Maafin aku ya Pah, aku gak bermaksud bikin Papah sedih. Aku main lagi ya sama dede.”
Tidak hanya istriku yang sudah berubah. Kehangatan dan rasa cinta dari putraku juga sudah berubah. Sekarang aku baru sadar, putraku sudah cukup mengerti akan masalah seperti ini.
Sesampainya di kamar hotel, selagi menunggu anak-anakku bermain air, aku berkata pada Dinda, “Kamu tega sama aku. Seminggu ini kamu anggap apa? Aku udah berubah.”
“Jangan bahas sekarang. Bahas saja di pengadilan lusa nanti. Tabiat manusia sulit diubah. Kamu masih tetep angkat telepon Adelia. Gak ada niatan buat blokir untuk menghindarinya. Kamu masih berat hati sama dia. Jadi, sudah ya. Nikmati waktu terakhir bersamaku dan anak-anak.”
Salahku, aku memang masih mengangkat telepon dari Adelia. Aku takut Adelia melakukan hal yang aneh-aneh. Karena dia pernah mengancamku kalau aku benar-benar memutuskan kontak dengannya. Mungkin ini hukuman untuk laki-laki plinplan sepertiku.
Hari Senin paling menyesakan dalam hidupku pun datang. Sidang berjalan lancar, dengan hasil Adelia tetap ingin bercerai denganku. Kami benar-benar resmi bercerai.
***
Satu tahun berlalu. Kehidupanku setahun ini bisa ditebak dengan mudah. Ya, hancur berantakan. Aku kehilangan pekerjaanku karena aku yang sering bolos, sekalinya bekerja tidak maksimal. Ternyata benar kata ibuku dulu, jangan pernah marah kalau istri tidak bekerja nanti. Karena rezeki suami bisa jadi datang karena adanya istri. Aku memutuskan kembali ke kampung halamanku yang berjarak 500km dari kota ini.
Sudah hampir 3 minggu tidak bertemu dengan anak-anak. Sebelum aku pulang kampung, aku pergi menemui anak-anakku terlebih dahulu. Oh iya, rumah kami sudah dijual, harta gono gini sudah dibagi secara merata. Adelia dan anak-anak tinggal di sebuah apartemen yang tak jauh dari kantor lamaku.
Saat aku menunggu di lobby untuk dijemput ke unit apartemennya, tiba-tiba aku melihat bos kantorku.
“Pak Andre, apakabar?”
“Eh Pak Galih, alhamdulillah baik. Mari Pak kita langsung ke atas.” ucap bosku.
Aku terkejut bukan main. Ternyata, sudah seminggu Dinda dan Andre menikah. Mereka menikah secara agama dan hukum, resmi tapi tak melangsungkan acara resepsi.
Setelah pertemuan ini selesai, aku diantar menuju stasiun kereta oleh Andre. Sebelum aku turun dari mobilnya, Andre berkata padaku, “Jadikan pembelajaran hidup. Rezeki suami datangnya dari Istri. Semangat ya Pak Galih, kalau keadaan jiwa dan emosi Bapak sudah stabil, silakan kembali bekerja di perusahaan saya.”
END
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)