Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
“Aku cintanya sama kamu, sayangnya sama kamu, tapi gimana lagi. Aku gak bisa apa-apa kalau orang tua yang udah bicara. Aku sedih, bingung, gak tau harus gimana lagi yakinin orang tua aku, kalau kamu adalah laki-laki terbaik buat aku, calon ayah yang baik untuk cucu-cucunya nanti. Maafin aku, aku gak bisa ngapa-ngapain.”
Rasanya, ucapan itu selalu terasa segar dalam benak Ferdi. Walaupun sudah lima tahun lamanya, namun Ferdi selalu merasa, seolah Desti masih kekasihnya.
Hari ini, pada lima tahun yang lalu, Ferdi pergi menemui orang tua Desti.
“Bu, Bapak, tolong kasih saya waktu satu tahun untuk membuktikan, membuktikan kalau saya layak jadi pendamping putri Ibu Bapak. Saya baru aja lulus kuliah, tabungan emang belum banyak, pengalaman hidup pun belum cukup juga, tapi saya bisa bertanggung jawab atas kehidupan putri Ibu dan Bapak.” ucap Ferdi dengan tulus.
Ibu Desti segera meninggalkan ruang tamu, meninggalkan Desti, Ferdi dan suaminya.
“Yang lamar putri saya udah banyak, banyak dari mereka udah mapan, udah matang. Prinsip hidup saya, laki-laki itu harus jauh lebih tua daripada pendampingnya. Kamu pasti bisa lupain Desti. Jawaban saya tetap sama, saya mau nikahin Desti secepatnya, dengan laki-laki terbaik pilihan saya!” tegas ayah Desti.
“Pak ….”
“Sudah! Sana kamu pergi! Bocah ingusan sok-sok-an ngajak anak orang hidup susah.” bentak ayah Putri.
“Saya emang belum mapan, tapi perekonomian saya udah bisa mencukupi kebutuhan putri Bapak. Tolong kasih saya kesempatan Pak, saya mohon.” Ferdi masih belum menyerah.
“Sudah, sudah ya. Silakan pergi. Kalau sayang sama Desti, lupakan Desti secepatnya.”
Ferdi pun pergi dengan perasaan hancur. Rasa hancurnya pun semakin bertambah saat Desti berkata, “Aku cintanya sama kamu, sayangnya sama kamu, tapi gimana lagi. Aku gak bisa apa-apa kalau orang tua yang udah bicara. Aku sedih, bingung, gak tau harus gimana lagi yakinin orang tua aku, kalau kamu adalah laki-laki terbaik buat aku, calon ayah yang baik untuk cucu-cucunya nanti. Maafin aku, aku gak bisa ngapa-ngapain.”
Sejak hari itu juga, hubungan mereka pun resmi berakhir. Dengan luka yang ia tanggung, Ferdi memutuskan untuk pergi bekerja di luar negeri. Seminggu setelah hubungan mereka berakhir, Ferdi mendapatkan kabar bahwa dirinya diterima di salah satu perusahaan minyak di Dubai.
Kehidupan Ferdi pun mulai lebih teratur. Sambil bekerja, Ferdi mulai fokus investasi juga, agak kekayaannya bisa ia atur sedemikian rupa. Namun, membaiknya kehidupannya, tak berjalan lurus dengan luka dalam hatinya. Bukannya membaik, luka itu malah terasa semakin menyakitkan. Terlebih, sejak mengetahui kabar pernikahan Desti pada empat tahun yang lalu.
“Bro, anak minyak kok bisa galauin satu cewe, yang udah merit pula. Move on lah, uang punya, rumah ada, mobil banyak. Tunggu apa lagi?”
Pertanyaan seperti sering sekali menghampiri telinga Ferdi. Namun, Ferdi selalu memegang teguh keyakinannya. Ia yakin, suatu saat nanti, Desti akan kembali ke pelukannya. Nama Desti tak pernah lepas dari doa-doa yang dipanjatkan oleh Ferdi di sepertiga malamnya.
Waktu cuti pun tiba, Ferdi mendapatkan kesempatan untuk kembali ke tanah air. Saat sedang menikmati liburannya, Ferdi mendapatkan telepon dari nomor asing.
“Hallo….”
“Iya, dengan siapa ya?” tanya Ferdi.
“Ini ibu Nak.” suara yang sangat familier di telinga Ferdi pun terdengar lagi.
“Ibu …. Ibunya Desti, ada apa Bu?”
“Bisa ke rumah Nak? Ibu masih di alamat yang sama. Ada yang perlu ibu bicarakan sama Nak Ferdi.”
“Kebetulan sekali saya lagi di Indonesia, saya ke sana sekarang Bu.”
Ferdi segera mematikan telepon itu. Seketika, Ferdi merasakan kepanikan yang tak bisa dijelaskan dalam hatinya.
Begitu sampai di rumah Desti, lutut Ferdi pun terasa sangat lemas. Ferdi melihat Desti sedang melamun di atas kursi roda. Ada apa ini?
Air mata Ferdi tak terbendung lagi, ada apa dengan Desti?
Ferdi segera membuka pintu gerbang, lalu menghampiri Desti yang sedang didorong oleh ibunya.
“Desti, cintaku, kenapa kamu sayang? Aku pulang,” Ferdi memegang tangan Desti lalu menciumnya, “liat aku, aku Ferdi, aku pulang buat kamu!”
“Bu, ini bener Ferdi Bu? Atau bagian dari khayalanku aja? Seperti yang dokter bilang, Ferdi cuman ada di khayalanku aja?” tanya Desti.
“Ini Ferdi, kamu gak ngayal, ini beneran Ferdi.” ucap ibu Desti.
“Siapa yang bikin Desti jadi kayak gini Bu?” tanya Ferdi.
Ibu Desti hanya bisa terdiam mendengar pertanyaan Ferdi. Tak lama kemudian, ayah Desti pun keluar dari rumah itu, lalu segera bersimpuh di kaki Ferdi.
“Tolong kami, salah bapak, salah bapak bikin Desti kayak gini. Laki-laki yang bapak pilih, malah jadi penghancur Desti.” teriak ayah Desti sambil menangis.
“Ferdi, orang yang bapak bilang laki-laki terbaik untukku itu suka pukul aku, suka sundut aku pake rokok, sakit Ferdi.” keluh Desti.
Setelah itu, ayah Desti pun menjelaskan, semenjak siksaan itu semakin berat, Desti mulai sering berkhayal tentang Ferdi. Sampai akhirnya dokter menjatuhkan vonis depresi berat. Desti mulai sering melamun dan berhalusinasi. Sejak saat itu pula, suami Desti secara resmi menceraikan Desti.
“Salah saya. Salah saya, kenapa dulu enggak berjuang lebih keras lagi buat jaga Desti. Semuanya salah saya.” Ferdi mengelus kepala Desti, “I still love you baby, dont worry, okay? Kita hadapi bareng-bareng, aku yakin kamu bisa sembuh.”
“Kepulanganmu adalah kesembuhanku Ferdi. Tolong jangan pergi lagi.”
***
Dua bulan berlalu, waktu cuti Ferdi sudah hampir habis. Dalam waktu dua bulan ini juga, Ferdi tak pernah absen untuk menemani Desti berobat di psikiater langganannya.
Suatu sore, Ferdi membawa kedua orang tuanya mengunjungi orang tua Desti.
“Pak, Bu, sebelum saya kembali ke Dubai, izinkan saya menikahi putri Bapak Ibu. Perayaannya bisa kita selenggarakan setelah saya pulang dari Dubai nanti.”
“Silakan Nak, saya izinkan.” ucap ayah Desti.
“Lalu, saya pikir, Desti perlu suasana baru lagi. Kalau Bapak Ibu tidak keberatan, bolehkah saya mengajak Des ….”
“Boleh sekali, silakan, asal Desti mau tinggal di Dubai.” ucap Ibu Desti, langsung memotong pembicaraan Ferdi.
“Alhamdulillah kalau begitu.” ucap Ferdi.
Tamat
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)