DDBG Bab 2

DDBG Bab 2
5
(1)

Lima Bulan Lalu

Hari itu aku baru selesai rapat panjang, kepala pusing, badan lelah. Begitu sampai di meja, kertas-kertas berantakan, dan Dito hanya sempat mengirim chat singkat.
[Makan siang sendiri ya, aku ada meeting.]

Begitulah dia, sibuk terus. Aku tahu dia pekerja keras, tapi rasanya… aku hidup sendirian dalam rumah tangga ini.

Sore itu, Ardi muncul di ruang kerja sambil membawa dua gelas kopi dingin.

“Bu Michele, saya lihat dari tadi mukanya tegang banget. Kopi dulu, biar adem.”

Aku sempat kaget. Jarang ada bawahan yang perhatian begitu.

“Wah, makasih ya, Di. Pas banget lagi butuh ini.” Aku tersenyum tipis.

Dia duduk di seberangku, tidak banyak bicara, tapi tatapannya hangat. Ada sesuatu yang berbeda. Dari hari itu, entah kenapa aku jadi menunggu-nunggu keberadaannya.

Dito di rumah makin jarang mengajakku ngobrol. Pulang larut, langsung sibuk dengan laptop. Kalau pun bicara, paling hanya, “Besok ada meeting pagi, jangan lupa bangunin ya.”

Aku rindu suami yang dulu romantis, tapi semua hilang tertelan rutinitas.

Ardi makin berani mendekat. Kadang sengaja menunggu sampai aku selesai kerja, lalu menawarkan antar pulang. Kadang pura-pura bercanda, “Bu, kalau terus-terusan lembur, jangan-jangan saya yang lebih sering ketemu Ibu daripada suami Ibu.” Kalimat itu bikin dadaku bergetar, sekaligus membuatku sadar ada yang salah.

 

Tapi di balik salah itu, aku merasa hidup lagi. Tawa, perhatian, hal-hal kecil yang sudah lama tidak kudapatkan dari Dito, justru hadir dari Ardi. Dan tanpa kusadari, sejak lima bulan lalu… langkahku sudah mulai melenceng.

Hari-hari setelah itu, Ardi makin sering ada di sekitarku. Awalnya hanya basa-basi kecil, tapi makin lama aku sadar, dia sengaja mencari celah untuk dekat. Kalau aku turun ke pantry, entah bagaimana dia selalu muncul. “Bu, pas banget, saya juga haus. Boleh temenin ngopi?” ujarnya dengan senyum yang bikin aku salah tingkah.

Sampai suatu malam, aku lembur sendirian di kantor. Dito hanya sempat menelpon singkat, “Sayang, aku nggak bisa jemput, ada dinner sama klien. Jangan tunggu aku, tidur aja dulu.” Itu kalimat yang terlalu sering kudengar. Rasanya aku hanya jadi orang rumah tangga tanpa arti.

Ardi tiba-tiba muncul ke ruanganku, membawa sebungkus nasi goreng.

“Saya lihat lampu masih nyala. Kalau nggak makan, nanti sakit. Yuk makan dulu.”

Aku menatapnya lama. Bukan sekadar nasi goreng, tapi perhatian yang tulus. Hal yang sudah lama tidak kutemukan dari Dito.

Sejak malam itu, Ardi makin berani. Kalau ngobrol, dia sering sengaja mendekatkan wajahnya. Kalau aku ketawa, dia menatapku dengan cara yang berbeda. Suatu kali, tangannya menyentuh punggungku lebih lama dari seharusnya saat aku hampir jatuh tersandung kabel.

“Kalau ada apa-apa, biarin aku aja yang jaga kamu,” katanya pelan.

Kalimat itu menusuk. Aku tahu ini salah. Aku sudah menikah. Tapi di saat yang sama, aku juga haus akan perhatian, pelukan, kata-kata lembut yang dulu sering Dito berikan. Sekarang? Bahkan saat aku pakai gaun baru, Dito cuma berkata, “Lumayan.”

Sementara Ardi, dengan caranya yang agresif tapi manis, berhasil membuatku merasa dihargai lagi. Dan sejak itu, kebimbanganku makin menjadi.

Malam itu hujan deras. Jalanan macet, lampu-lampu kota terlihat buram dari balik kaca mobil. Aku baru saja selesai rapat dengan klien, lelah bukan main. Dito mengirim pesan singkat.

[Maaf, aku harus lembur lagi. Jangan tunggu aku.]

Hatiku langsung jatuh. Rasanya aku hanya nomor dua setelah pekerjaannya.

Ardi yang kebetulan juga ikut rapat menawarkan, “Bu, saya antar pulang aja, hujan begini susah nyetir sendiri.”

Aku ragu, tapi akhirnya mengangguk.

Di perjalanan, mobil berhenti di depan minimarket karena hujan makin deras. Kami menunggu di parkiran. Sunyi, hanya suara hujan yang menghantam atap mobil.

“Capek banget ya?” tanya Ardi sambil melirikku.

Aku hanya menghela napas. “Iya, capek semua hal.”

Tiba-tiba tangannya menyentuh jemariku. Aku refleks ingin menarik, tapi dia menggenggam erat. “Kalau kamu capek, biarin aku yang ada buat kamu.”

Aku menoleh, tatapan kami bertemu. Ada jeda panjang, lalu tanpa sadar aku membiarkannya mendekat. Bibirnya menyentuhku pelan, ragu, tapi penuh keinginan. Jantungku berdegup kencang. Aku tahu aku harus menolak. Aku tahu ini salah besar.

Tapi anehnya, tubuhku tidak bergerak. Yang ada hanya rasa hangat yang sudah lama hilang dari pernikahanku.

Satu kecupan berubah jadi pelukan. Pelukan berubah jadi ciuman yang makin dalam. Dan di titik itu… aku menyerah.

Sejak malam hujan itu, garis pembatas yang harusnya kujaga sudah hancur. Aku, Michele, istri sah Ardito Sudjaya, resmi mulai bermain api dengan rekan kantorku sendiri.

Sejak malam hujan itu, semuanya berubah. Aku mulai menemukan alasan-alasan kecil untuk tetap di kantor lebih lama. “Lembur,” begitu alasanku pada Dito. Padahal kenyataannya, aku dan Ardi duduk berdua di mobil, hanya ngobrol sambil memutar musik, atau sekadar saling menggenggam tangan.

Awalnya rasa bersalah menyesakkan. Pulang ke apartemen, melihat Dito sudah tertidur di sofa dengan laptop masih menyala, hatiku seperti ditusuk. Tapi keesokan harinya, sikap cueknya kembali jadi tamengku. Dito hanya sempat bilang, “Aku ada flight pagi, kamu nggak usah bangun.” Kalimat singkat yang membuatku merasa tidak berarti lagi.

Dan di situlah aku makin jauh. Bohong kecil jadi kebiasaan, meeting tambahan, makan malam tim, pura-pura sakit kepala supaya bisa kabur sebentar. Semua demi Ardi. Semua demi rasa yang kembali membuatku merasa hidup.

Sampai suatu malam, saat aku menutup telepon pura-pura bicara dengan “klien”, Dito tiba-tiba berdiri di ambang pintu kamar. Tatapannya kosong, tapi dingin menusuk.

“Michele,” suaranya berat. “Kamu yakin barusan bicara sama klien?”

Detik itu jantungku seolah berhenti.

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

DOSA DI BALIK GAPURA

DOSA DI BALIK GAPURA

Status: Completed Author: Released: 2025
Seorang wanita muda yang mulai jenuh dengan rumah tangganya terjerat dalam perselingkuhan dengan rekan sekantor penuh rayuan. Awalnya hanya pelarian sesaat, namun liburan yang dijanjikan berubah jadi jerat ketika ia justru dibawa ke desa terpencil dengan aturan adat yang keras, hingga terpaksa dinikahkan secara adat tanpa benar-benar rela. Di tengah upayanya mencari jalan keluar, sang suami yang resah akhirnya menemukan jejak istrinya. Pertemuan di desa itu pun jadi titik balik mengejutkan. Antara cinta, pengkhianatan, dan adat yang mengikat, akankah rumah tangga mereka masih bisa diselamatkan?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya