Episode 2 – Patriarki

0
(0)

Terdengar suara rusuh dari lantai bawah. Suara seperti seseorang yang sedang marah-marah. Jika bukan ayahnya, sudah pasti Edward, tunangan Alisa. Begitu mendengar suara ini, raut wajah Alisa langsung murung. Apalagi begitu mendengar suara gebrakan pintu, tanpa sadar air mata Alisa kembali jatuh ke pipinya.

Bagaimana tidak sedih, sebenarnya Alisa memiliki hati yang sangat lembut dan sensitif, jangankan dipukul, mendengar suara dengan nada bicara yang tinggi saja membuat hatinya sakit. Terlebih lagi Alisa tidak mencintai Edward sedikitpun. Edward adalah anak dari penasihat hukum negara. Ayahnya sengaja menjodohkan Edward dengan Alisa, dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan dan kedudukannya di kota Zuhra.

Patriarki kolot masih membudaya di negara ini. Hanya laki-laki saja yang boleh bersekolah, sedangkan perempuan tidak boleh bersekolah di sekolah formal. Perempuan hanya boleh mengikuti kursus beberapa keahlian saja, seperti memasak, melukis, belajar musik, dan sebagainya. Akan tetapi miris sekali, fakta yang terjadi di lapangan adalah lebih banyak perempuan yang bekerja diluar rumah. Banyak sekali laki-laki yang malas-malasan, merasa derajatnya lebih tinggi dari perempuan, lalu menjadi seenaknya. Walaupun perekonomian di negara ini sangat berantakan, tapi jangan salah, terdapat pusat pusat perjudian di berbagai sudut perkotaan. Tak jarang juga, ibu rumah tangga yang sudah terlalu lelah dengan keadaan perekonomian keluarga yang carut-marut, lalu memutuskan untuk melacurkan diri di tempat perjudian. Lingkaran setan ini akan terus berputar, banyak suami pelit, kasar, lalu melampiaskan nafsunya di tempat perjudian bersama para pelacur, sedangkan anak dan istrinya terlantar hingga membuat istri mereka terjun ke dunia prostitusi juga untuk menutupi kebutuhannya.

***

Alisa segera menyeka air matanya. Masih seperti hari yang lainnya, Edward selalu datang dalam keadaan marah dan bau alkohol di mulutnya.

“Alisa, kamu ini lupa atau bagaimana, harusnya kamu tahu hari ini adalah hari kedatanganku. Aku bekerja di luar kota, bekerja keras untuk kamu, tapi kamu bahkan tidak menyediakan air minum untukku, kamu bahkan tidak menyambutku di lantai bawah. jangan buat tanganku melayang lagi di pipimu!!” Ucap Edward.

“Edward, kamu tidak pernah mengerti aku. Kamu selalu ingin diperhatikan tanpa pernah memperhatikanku. Aku sedang begitu lelah, tolong jangan mulai lagi. Sabar dulu, nanti kubuatkan makanan untukmu. Aku mandi dulu ya.” Jawab Alisa.

“Tidak, pokoknya aku mau sekarang juga! Kenapa lemah sekali menjadi perempuan? Sudah kodratnya untuk memperhatikanku, aku ini laki-laki!” Bentak Edward.

“Memang ada apa dengan laki-laki? Apa aku harus tetap melayaninya jika sang laki-lakinya saja tidak memperhatikan perempuannya. Laki-laki yang kasar, tukang mabuk, tukang main wanita, bekerja hanya mengandalkan kedudukan orang tuanya, apa masih layak aku pedulikan laki-laki seperti itu?” Tanya Alisa.

“Dasar wanita jalang! Berani-beraninya ya kamu bicara seperti itu kepadaku! Asal kamu tahu, tak peduli kamu berpikir seberapa buruk aku, tapi ayahmu akan selalu memilihku. Bisnis ayahmu tidak akan ada apa-apanya tanpa campur tangan keluargaku. Jadi sama saja kamu bukan apa-apa tanpa aku, camkan itu!” Ucap Edward.

“Sudahlah, aku malas berdebat denganmu. aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan makanan dan minumanmu. Edward, kamu juga harus tahu, keluargamu tidak akan bisa makan tanpa campur tangan keluargaku. Memangnya berapa gaji ayah mu sampai bisa membuat kalian memiliki rumah yang layak? Kalian tidak akan bisa makan tanpa suapan dari ayahku!” Tegas Alisa.

Emosi Edward mendadak naik, ia meraih pergelangan tangan Alisa, mencengkramnya begitu erat, “Alisa, kamu pikir kamu ini siapa? aku ini laki-laki dan kamu hanya seorang perempuan, jika aku mau aku bisa memilih perempuan lain di luar sana, yang tidak manja sepertimu. Kamu calon istriku, aku mau semua makanan dan minumku kamu yang menyiapkannya. Walaupun kita belum menikah, setidaknya kamu bisa latihan bagaimana menjadi pelayanku nanti, pelayan seumur hidupku.”

“Pelayan seumur hidupku.”
Kalimat terakhir yang diucapkan Edward, seperti belati tajam yang menghujam jantung Alisa. Walaupun Alisa tidak ikut sekolah formal, tapi dirinya memiliki pengetahuan yang luas. Alisa sering diam dia masuk ke perpustakaan ayahnya, membaca berbagai buku seperti tentang hukum, psikologi, sosial, dsb. Oleh karena itu, Alisa yakin sekali, patriarki semacam ini benar-benar tidak bisa ditoleransi lagi, semua ini salah kaprah. Namun apa daya, semua orang takut untuk bersuara.

Alisa kembali menyeka air matanya, dengan suara yang serak ia berkata, “Aku dimatamu hanya seorang pelayan, bukan kekasih yang kamu cintai. Walaupun aku belum pernah melihat kisah nyata tentang cinta sejati, tapi aku yakin cinta itu seharusnya membahagiakan bukan menyengsarakan. Sudah lepaskan tanganku, aku mau cuci muka lalu menyiapkan makanan dan minuman untukmu.”

Melihat Alisa yang beranjak pergi ke kamar mandi, bibi Ana hanya bisa terdiam, lalu bergegas pergi ke kamar tidurnya. Bibi Ana menangis tersedu-sedu, melihat Alisa yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, disakiti oleh orang lain seperti itu. Tapi sialnya dia tidak bisa menolongnya, tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkannya. terakhir kali bibi Ana membelanya, iya hampir kehilangan jempol tangannya, setelah ayah Alisa memerintahkan pengawalnya untuk memberikan hukuman kepada dirinya. Untungnya Alisa memohon mencium kaki ayahnya agar bibi Ana tidak dihukum.

Alisa pergi ke dapur di lantai bawah, ia mulai memanggang roti lalu mengoleskan selai strawberry kesukaan Edward. Tidak lupa juga menyiapkan susu untuknya. Saat Alisa sedang menyiapkan makanan untuk Edward, Edward tiba-tiba memeluk Alisa dari belakang.
Edward memeluk Alisa, kedua tangannya saling bersentuhan di depan perut Alisa. Walaupun Edward adalah tunangannya, tapi Alisa selalu risih setiap kali bersentuhan dengan Edward termasuk saat tidur bersamanya.

“Alisa, aku lapar sekali. Sudah 2 minggu tidak bertemu denganmu.” Goda Edward.
Alisa semakin risih dibuatnya, ia mencoba melepaskan tangan Edward dan berkata, “Duduklah di meja makan, tunggu sebentar aku sebentar lagi selesai.” Ucap Alisa.

“Aku lapar yang lain, kamu ini polos atau memang bodoh. Makanya setelah lapar yang lain selesai, aku tunggu di kamar.” Ucap Edward dengan suara yang dingin.

Edward mulai menciumi leher Alisa. Raut wajah Alisa semakin muram. Tergambar jelas rasa risih di wajah Alisa. Alisa terus mencoba memberontak, melepaskan genggaman tangan Edward. Tapi semakin dilepaskan, cengkraman tangannya malah semakin kuat.

Untung saja tingkat kewarasan Alisa masih tinggi, jika tidak, mungkin pisau yang ada di depan dirinya sudah menembus perut Edward.

“Ayolah Alisa, 15 menit saja. Tidak akan lama kok, aku mohon.” Pinta Edward dengan wajah yang memelas.

Alisa menghela nafas panjang, “Edward aku lelah sekali, lain kali saja ya, lagi pula aku sedang datang bulan.”

“Plaaaakkkk”

Suara tamparan terdengar ke seluruh ruangan di lantai satu, termasuk kamar bibi Ana.

“Edward kenapa kamu menamparku? Kamu ini…”

*****

Bersambung…

Update setiap hari Senin ya teman-teman.

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)

Episode 1Episode 3

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Episode 2 – Patriarki

Episode 2 – Patriarki

Terdengar suara rusuh dari lantai bawah. Suara seperti seseorang yang sedang marah-marah. Jika bukan ayahnya, sudah pasti Edward, tunangan Alisa. Begitu mendengar suara ini, raut wajah Alisa langsung murung. Apalagi begitu mendengar suara gebrakan pintu, tanpa sadar air mata Alisa kembali jatuh ke pipinya.

Bagaimana tidak sedih, sebenarnya Alisa memiliki hati yang sangat lembut dan sensitif, jangankan dipukul, mendengar suara dengan nada bicara yang tinggi saja membuat hatinya sakit. Terlebih lagi Alisa tidak mencintai Edward sedikitpun. Edward adalah anak dari penasihat hukum negara. Ayahnya sengaja menjodohkan Edward dengan Alisa, dengan tujuan untuk memperkuat kekuatan dan kedudukannya di kota Zuhra.

Patriarki kolot masih membudaya di negara ini. Hanya laki-laki saja yang boleh bersekolah, sedangkan perempuan tidak boleh bersekolah di sekolah formal. Perempuan hanya boleh mengikuti kursus beberapa keahlian saja, seperti memasak, melukis, belajar musik, dan sebagainya. Akan tetapi miris sekali, fakta yang terjadi di lapangan adalah lebih banyak perempuan yang bekerja diluar rumah. Banyak sekali laki-laki yang malas-malasan, merasa derajatnya lebih tinggi dari perempuan, lalu menjadi seenaknya. Walaupun perekonomian di negara ini sangat berantakan, tapi jangan salah, terdapat pusat pusat perjudian di berbagai sudut perkotaan. Tak jarang juga, ibu rumah tangga yang sudah terlalu lelah dengan keadaan perekonomian keluarga yang carut-marut, lalu memutuskan untuk melacurkan diri di tempat perjudian. Lingkaran setan ini akan terus berputar, banyak suami pelit, kasar, lalu melampiaskan nafsunya di tempat perjudian bersama para pelacur, sedangkan anak dan istrinya terlantar hingga membuat istri mereka terjun ke dunia prostitusi juga untuk menutupi kebutuhannya.

***

Alisa segera menyeka air matanya. Masih seperti hari yang lainnya, Edward selalu datang dalam keadaan marah dan bau alkohol di mulutnya.

"Alisa, kamu ini lupa atau bagaimana, harusnya kamu tahu hari ini adalah hari kedatanganku. Aku bekerja di luar kota, bekerja keras untuk kamu, tapi kamu bahkan tidak menyediakan air minum untukku, kamu bahkan tidak menyambutku di lantai bawah. jangan buat tanganku melayang lagi di pipimu!!" Ucap Edward.

"Edward, kamu tidak pernah mengerti aku. Kamu selalu ingin diperhatikan tanpa pernah memperhatikanku. Aku sedang begitu lelah, tolong jangan mulai lagi. Sabar dulu, nanti kubuatkan makanan untukmu. Aku mandi dulu ya." Jawab Alisa.

"Tidak, pokoknya aku mau sekarang juga! Kenapa lemah sekali menjadi perempuan? Sudah kodratnya untuk memperhatikanku, aku ini laki-laki!" Bentak Edward.

"Memang ada apa dengan laki-laki? Apa aku harus tetap melayaninya jika sang laki-lakinya saja tidak memperhatikan perempuannya. Laki-laki yang kasar, tukang mabuk, tukang main wanita, bekerja hanya mengandalkan kedudukan orang tuanya, apa masih layak aku pedulikan laki-laki seperti itu?" Tanya Alisa.

"Dasar wanita jalang! Berani-beraninya ya kamu bicara seperti itu kepadaku! Asal kamu tahu, tak peduli kamu berpikir seberapa buruk aku, tapi ayahmu akan selalu memilihku. Bisnis ayahmu tidak akan ada apa-apanya tanpa campur tangan keluargaku. Jadi sama saja kamu bukan apa-apa tanpa aku, camkan itu!" Ucap Edward.

"Sudahlah, aku malas berdebat denganmu. aku akan meminta pelayan untuk menyiapkan makanan dan minumanmu. Edward, kamu juga harus tahu, keluargamu tidak akan bisa makan tanpa campur tangan keluargaku. Memangnya berapa gaji ayah mu sampai bisa membuat kalian memiliki rumah yang layak? Kalian tidak akan bisa makan tanpa suapan dari ayahku!" Tegas Alisa.

Emosi Edward mendadak naik, ia meraih pergelangan tangan Alisa, mencengkramnya begitu erat, "Alisa, kamu pikir kamu ini siapa? aku ini laki-laki dan kamu hanya seorang perempuan, jika aku mau aku bisa memilih perempuan lain di luar sana, yang tidak manja sepertimu. Kamu calon istriku, aku mau semua makanan dan minumku kamu yang menyiapkannya. Walaupun kita belum menikah, setidaknya kamu bisa latihan bagaimana menjadi pelayanku nanti, pelayan seumur hidupku."

"Pelayan seumur hidupku." Kalimat terakhir yang diucapkan Edward, seperti belati tajam yang menghujam jantung Alisa. Walaupun Alisa tidak ikut sekolah formal, tapi dirinya memiliki pengetahuan yang luas. Alisa sering diam dia masuk ke perpustakaan ayahnya, membaca berbagai buku seperti tentang hukum, psikologi, sosial, dsb. Oleh karena itu, Alisa yakin sekali, patriarki semacam ini benar-benar tidak bisa ditoleransi lagi, semua ini salah kaprah. Namun apa daya, semua orang takut untuk bersuara.

Alisa kembali menyeka air matanya, dengan suara yang serak ia berkata, "Aku dimatamu hanya seorang pelayan, bukan kekasih yang kamu cintai. Walaupun aku belum pernah melihat kisah nyata tentang cinta sejati, tapi aku yakin cinta itu seharusnya membahagiakan bukan menyengsarakan. Sudah lepaskan tanganku, aku mau cuci muka lalu menyiapkan makanan dan minuman untukmu."

Melihat Alisa yang beranjak pergi ke kamar mandi, bibi Ana hanya bisa terdiam, lalu bergegas pergi ke kamar tidurnya. Bibi Ana menangis tersedu-sedu, melihat Alisa yang sudah ia anggap seperti anaknya sendiri, disakiti oleh orang lain seperti itu. Tapi sialnya dia tidak bisa menolongnya, tidak bisa melakukan apapun untuk menyelamatkannya. terakhir kali bibi Ana membelanya, iya hampir kehilangan jempol tangannya, setelah ayah Alisa memerintahkan pengawalnya untuk memberikan hukuman kepada dirinya. Untungnya Alisa memohon mencium kaki ayahnya agar bibi Ana tidak dihukum.

Alisa pergi ke dapur di lantai bawah, ia mulai memanggang roti lalu mengoleskan selai strawberry kesukaan Edward. Tidak lupa juga menyiapkan susu untuknya. Saat Alisa sedang menyiapkan makanan untuk Edward, Edward tiba-tiba memeluk Alisa dari belakang. Edward memeluk Alisa, kedua tangannya saling bersentuhan di depan perut Alisa. Walaupun Edward adalah tunangannya, tapi Alisa selalu risih setiap kali bersentuhan dengan Edward termasuk saat tidur bersamanya.

"Alisa, aku lapar sekali. Sudah 2 minggu tidak bertemu denganmu." Goda Edward. Alisa semakin risih dibuatnya, ia mencoba melepaskan tangan Edward dan berkata, "Duduklah di meja makan, tunggu sebentar aku sebentar lagi selesai." Ucap Alisa.

"Aku lapar yang lain, kamu ini polos atau memang bodoh. Makanya setelah lapar yang lain selesai, aku tunggu di kamar." Ucap Edward dengan suara yang dingin.

Edward mulai menciumi leher Alisa. Raut wajah Alisa semakin muram. Tergambar jelas rasa risih di wajah Alisa. Alisa terus mencoba memberontak, melepaskan genggaman tangan Edward. Tapi semakin dilepaskan, cengkraman tangannya malah semakin kuat.

Untung saja tingkat kewarasan Alisa masih tinggi, jika tidak, mungkin pisau yang ada di depan dirinya sudah menembus perut Edward.

"Ayolah Alisa, 15 menit saja. Tidak akan lama kok, aku mohon." Pinta Edward dengan wajah yang memelas.

Alisa menghela nafas panjang, "Edward aku lelah sekali, lain kali saja ya, lagi pula aku sedang datang bulan."

"Plaaaakkkk"

Suara tamparan terdengar ke seluruh ruangan di lantai satu, termasuk kamar bibi Ana.

"Edward kenapa kamu menamparku? Kamu ini..."

*****

Bersambung...

Update setiap hari Senin ya teman-teman.

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)

Episode 1 -- Episode 3

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya