Alisa belum menyelesaikan kata-katanya, Edward langsung menaikkan nadanya, dengan suara yang dingin ia memotong pembicaraan Alisa, “Cukup Alisa……
“Edward, sudahlah jangan berpura-pura lagi. Aku sudah tahu bagaimana kelakuanmu di luar sana. Jangan pikir aku tidak tahu. Semua kebiasaan mabukmu, main wanita, bahkan kebiasaanmu mengonsumsi obat-obatan terlarang saja aku tahu.” Tegas Alisa.
“Dan Ayah, aku sudah cukup sabar untuk waktu yang cukup lama. Ayah harus pikir kembali. Jika suatu saat nanti aku menikah dengan Edward, lalu seluruh bisnis Ayah jatuh ke tangan Edward, aku yakin sekali Edward pasti akan menyingkirkan kita. Aku yakin Ayah cukup bijak untuk memutuskan keputusan ini.” Lanjut Alisa sambil berdiri lalu pergi ke kamarnya.
Gustav terdiam sejenak. Bibi Ana yang sejak sedari tadi melihat pemandangan ini dari dekat kamarnya, terkejut begitu melihat reaksi dari Ayah Alisa. Bibi Ana tak habis pikir, setelah anak kandungnya sendiri mengatakan semuanya, tapi ayah Alisa malah menundukkan kepalanya dan minta maaf kepada Edward.
“Edward, tolong maafkan Alisa. Salahku yang terlalu memanjakannya. Aku tahu kamu adalah pemuda yang baik.” Tutur Gustav kepada Edward.
“Tidak apa-apa Ayah. Aku tahu, Alisa seperti ini karena dia belum menerimaku sepenuhnya. Aku masih harus terus berusaha untuk mendapatkan hatinya. Silakan makan Ayah.” Jawab Edward.
Suasana meja makan kembali hening, mereka berdua makan bersama, menyantap makanan dan minuman yang sudah disajikan.
Bukannya Ayah Alisa pura-pura polos, tapi disinilah akal liciknya bekerja. Gustav sudah tahu bagaimana Edward di luar sana. Relasi ayah Alisa sangat luas di negara ini. Jadi bukan hal yang sulit bagi Gustav untuk mencari informasi seseorang. Gustav sudah merencanakan rencana besar. Gustav juga tidak begitu bodoh, menikahkan putrinya dengan Edward, lalu menyerahkan seluruh hartanya begitu saja. Edward adalah anak seorang penasihat hukum negara, jika sudah berhasil mengikat Edward, sudah dipastikan Gustav akan lebih mudah untuk memperluas wilayah tambang emasnya. Lalu apa yang terjadi setelah Edward dan Alisa menikah? Bagaimana pun, Gustav sangat mencintai putrinya, ia tidak ingin putrinya terluka. Oleh karena itu, setelah mereka menikah dan tambang emas ayahnya berhasil diperluas, Gustav merencanakan sebuah kecelakaan yang akan menewaskan Edward.
“Hampir semua orang memang bisa menjadi iblis saat dihadapkan dengan uang dan kekuasaan.” – Goodbye To The Old Me
Matahari sudah di atas kepala, sinar matahari di musim semi yang sangat terik, masuk ke dalam kamar Alisa melalui celah-celah tirai jendela kamarnya.
Alisa yang sejak tadi pagi masih belum makan makan juga, hanya bisa menangis sendirian dikamarnya. Tiada hentinya menangisi nasib hidupnya yang sangat tragis. Bibi Ana yang begitu khawatir akhirnya memberanikan diri naik ke atas untuk mengantarkan makanan ke kamar Alisa.
Tok tok tok
“Silakan masuk.” Ucap Alisa dengan suara yang lemas.
“Non, sudah jangan menangis lagi. Nanti cantiknya hilang. Ini Bibi bawakan roti kesukaan Nona.” Ucap Bibi Ana sambil meletakkan baki makanan di meja sebelah kasur Alisa.
“Ibu hu hu hu…” Alisa menangis sejadi-jadinya, ia memeluk erat Bibi Ana sambil terus menyebut kata Mama.
“Bibi tahu ini berat Non. Menangislah, bersedih itu boleh tapi jangan lupa untuk bangkit.” Ucap Bibi Ana sambil memeluk Alisa.
“Bibi, terima kasih sudah hadir di hidupku. Walaupun ibu sudah meninggal sejak lama, tapi rasanya selalu ada di dalam sosok bibi. Jika Bibi tidak ada, mungkin aku sudah memutuskan untuk bunuh diri sejak dulu.” Ucap Alisa.
“Hus bicara apa kamu ini. Bibi akan selalu buat Non. Makan dulu rotinya, tidak enak kalau sudah dingin.” Ucap Bibi Ana sambil menyodorkan piring roti tersebut.
Alisa mengangguk, “Terima kasih Bi.”
***
Hari ini bukanlah jadwal Alisa untuk latihan piano. Tapi karena suasana yang sumpek, Alisa memutuskan untuk pergi latihan.
Alisa berangkat sendiri naik sepedanya. Lokasi latihan pianonya tidak jauh dari rumahnya. Saat sedang di perjalanan, Alisa berpapasan dengan Edward yang sedang nongkrong bersama teman-temannya sambil merangkul seorang wanita. Edward terkejut bukan main begitu melihat Alisa melewatinya tanpa menyapanya. Edward sudah tahu arah ke mana Alisa pergi, oleh karena itu ia bersiap-siap untuk mengikutinya.
“Hai Alisa, hari ini bukan jadwal latihanmu. Ada apa ya datang ke sini?” Ucap Freddy, seorang laki-laki yang berusia 38 tahunan, memiliki postur tubuh yang tinggi, kulit sawo matang dengan senyum yang manis.
“Hai Freddy.. Suasana hatiku sedang buruk, dik aku terus berdiam diri di rumah, takutnya pikiran-pikiran buruk akan terus menghantuiku.” Ucap Alisa.
“Apa kamu punya waktu? Jika ia tolong temani aku memainkan beberapa lagu.” Pinta Alisa.
Freddy menggaruk-garuk kepalanya, “Sebenarnya aku sedang bersiap untuk pergi ke pasar, ada beberapa pekerjaan paruh waktu yang harus aku kerjakan. Tapi aku bisa mengerjakannya malam nanti. Jadi… Sekarang aku bisa menemanimu.”
Sebenarnya Alisa pun tahu, bagaimana pun sibuknya Freddy, ia pasti akan menemaninya. Dalam hati Alisa, orang yang begitu peduli padanya hanyalah Bibi Ana dan pelatihnya Freddy. Tapi Alisa tidak pernah berpikir berlebihan, karena Freddy yang merupakan seorang pelatih piano, mungkin memperlakukan semua muridnya sama.
Begitu memasuki ruang kelas, Alisa langsung duduk di sebuah kursi di samping kursi piano.
“Freddy, maukah kamu memainkan sebuah musik yang cocok dengan suasana hatiku saat ini?” Tanya Alisa.
“Ya tentu saja.” Jawab Fredi sambil menghampirinya lalu duduk di kursi di sampingnya.
Alisa mendengarkan instrumen yang dimainkan oleh Freddy. Tanpa sadar air matanya mengalir. Freddy yang menyadari Alisa sudah mulai menangis lagi, langsung menyeka air matanya.
Begitu Freddy menyeka air mata Alisa, Alisa langsung memeluk Freddy. Pelukan ini sangat menenangkan jiwanya. Tidak sama seperti saat Edward memeluknya, karena saat itu yang Alisa rasakan hanyalah rasa takut dan jijik.
“Alisa tolong lepaskan, aku takut ada orang-orang ayahmu yang melihat pemandangan ini. Aku takut kamu mendapatkan hukuman.” Pinta Freddy.
“Tolong jangan lepaskan, setidaknya biarkan aku menikmati pelukan yang menenangkan sekali saja sebelum aku mati.” Ucap Alisa sambil menangis.
Freddy pun mulai membalas pelukan Alisa, Freddy membelai rambut halus Alisa.
Edward yang sejak tadi sudah mengikuti Alisa, langsung masuk ke dalam ruang kelas setelah mendengar ruang kelas yang tidak terdengar suara piano lagi.
“Apa-apaan ini? Alisa kamu selalu bilang aku adalah seorang buaya darat. Lantas kamu mau menyebut dirimu apa hah? Aku tak bisa biarkan ini semua, lihat saja hasil dari ulahmu ini!” Bentak Edward.
“Tuan Edward, hukum saja aku. Alisa tidak salah, akulah yang salah karena memaksanya untuk kupeluk. Aku yang tidak tahan melihat kecantikan Nona Alisa.” Ucap Freddy sambil bersujud.
….
*****
Bersambung…
Update setiap hari Senin ya teman-teman.
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)