DDBG Bab 4

DDBG Bab 4
5
(1)

Pagi itu, Dito berangkat lebih dulu. Koper hitamnya sudah masuk bagasi taksi bandara, dan sebelum menutup pintu dia sempat mencium keningku. “Aku percaya sama kamu,” ucapnya singkat. Kata itu kembali menusuk, padahal aku sudah menyiapkan kebohongan.

Begitu pintu apartemen tertutup, aku menyalakan ponsel. Notifikasi dari Ardi sudah muncul.

[Aku tunggu di bandara. Jangan telat, Chel.]

Tanganku gemetar saat menarik koper kecil. Bagi Dito, koper ini hanya tanda aku berangkat meeting vendor. Kenyataannya, aku hendak melangkah ke dunia yang berbeda.

Bandara pagi itu ramai. Aku melihat Ardi di antara kerumunan, kemeja putihnya membuatnya menonjol. Dia melambaikan tangan, senyum lebar di wajahnya.

“Siap, Bu Michele?” candanya.

Aku hanya tersenyum kaku, mencoba menutupi degup jantungku.

Pesawat lepas landas, meninggalkan Jakarta di bawah awan tebal. Selama dua jam penerbangan, Ardi banyak bercanda, membuatku sesekali tertawa meski rasa bersalah terus menghantui. Di dalam hati aku berbisik, apa yang sebenarnya aku lakukan?

Setelah mendarat, perjalanan belum selesai. Kami naik mobil sewaan, melewati jalan berliku yang makin sepi. Sawah hijau membentang, berganti hutan kecil, lalu perkampungan sederhana. Sinyal ponsel mulai hilang timbul.

“Di, ini kita ke mana? Bukannya kamu bilang mau ajak ke resort?” tanyaku, mulai curiga.

Ardi menoleh sekilas, senyumnya misterius. “Tenang. Aku bawa kamu ke tempat yang lebih istimewa daripada resort.”

Mobil terus melaju menembus desa-desa yang asing bagiku. Jalan tanah mulai terasa berguncang di bawah roda, gapura kayu sederhana berdiri di depan kami dengan ukiran tulisan adat. Dadaku berdebar keras.

Aku menggenggam tas erat-erat. Ada sesuatu dalam tatapan Ardi yang membuatku tidak bisa menebak, antara perhatian atau… sesuatu yang jauh lebih dalam.

Dan di saat mobil menembus gapura itu, aku sadar, perjalanan ini bukan sekadar liburan singkat. Aku sedang dibawa ke sebuah dunia yang bisa menelan seluruh hidupku.

Aku melirik ke luar jendela. Rumah-rumah kayu sederhana berderet, anak-anak kecil berlarian tanpa alas kaki, dan orang-orang menatap mobil kami dengan rasa ingin tahu. Semakin jauh, semakin asing semuanya.

“Di, sebenarnya ini ke mana? Katanya resort?” tanyaku lagi, suaraku meninggi kali ini.

Ardi hanya menoleh sebentar, senyum tipis di bibirnya. “Sabar, Chel. Percaya sama aku. Ini tempat spesial.”

Aku menggigit bibir. Kata “percaya” itu membuatku muak sekaligus takut, kata yang sama yang Dito ucapkan sebelum pergi. Aku mencoba menyalakan ponsel, tapi sinyal hanya menunjukkan satu garis, lalu hilang sama sekali.

Jantungku berdegup lebih cepat. Tanganku dingin, menggenggam erat tas di pangkuanku. Mobil berhenti sebentar di sebuah tikungan tajam. Dari kejauhan, samar-samar aku melihat gapura kayu besar dengan ukiran tua.

Perasaan tidak enak langsung menusuk. Ada sesuatu dalam suasana itu, terlalu sunyi, terlalu asing.

Aku menoleh ke Ardi, ingin memprotes lagi. Tapi tatapannya lurus ke depan, penuh keyakinan seolah dia tahu persis ke mana akan membawaku.

Tak lama, deretan rumah kayu tradisional muncul, dan orang-orang mulai berdiri di pinggir jalan.

Aku menelan ludah. Tatapan mereka semua tertuju padaku bukan sekadar rasa ingin tahu, tapi seperti menilai.

“Di… ini apa? Kenapa banyak orang nunggu kita?” bisikku panik.

Ardi tersenyum lebar, lalu menepuk tanganku. “Tenang, Chel. Mereka keluargaku.”

Mobil berhenti di depan sebuah rumah panggung besar. Seorang lelaki tua dengan ikat kepala kain melangkah maju, diikuti beberapa perempuan berbalut kain tradisional. Wajah mereka serius, tapi sorot matanya penuh rasa hormat kepada Ardi.

“Selamat datang,” ucap lelaki tua itu dalam bahasa daerah yang tidak kumengerti.

Ardi keluar lebih dulu, lalu membukakan pintu untukku. Aku ragu, tapi akhirnya melangkah turun. Sejurus kemudian, perempuan-perempuan itu langsung menyampirkan selendang ke pundakku. Aku kaget, tapi tak bisa menolak.

“Di! Aku nggak ngerti ini apa maksudnya. Aku pikir kita mau liburan?” suaraku gemetar.

Ardi menatapku dalam, masih dengan senyum yang membuatku makin bingung. “Chel, ini lebih dari sekadar liburan. Aku mau kamu kenal keluargaku. Mereka udah lama nunggu aku pulang dan aku nggak mungkin pulang sendiri.”

Aku terdiam, otakku berusaha mencerna kalimat itu. Orang-orang mulai bertepuk tangan, beberapa anak kecil menabuh gendang kecil, dan aroma dupa tercium samar dari halaman rumah.

Ada rasa hangat sekaligus ngeri yang merayap bersamaan.

Aku berusaha mundur, tapi tangan Ardi meraihku erat. “Percaya sama aku,” katanya lirih.

Kata itu lagi. Percaya.

Dan saat orang-orang mulai menuntun kami masuk ke halaman rumah besar, aku sadar ada yang tidak beres.

Di dalam halaman rumah besar itu, semua terasa begitu teratur. Beberapa perempuan membawa nampan berisi bunga dan kain, sementara laki-laki menabuh gendang dengan irama lambat. Aku dipersilakan duduk di kursi kayu, tepat di samping Ardi.

Aku berusaha tersenyum, meski jantungku berdebar keras. Orang-orang menatapku penuh harap, seolah aku bagian dari mereka.

Seorang wanita tua maju, menaruh bunga melati di pangkuanku. Dia menatapku tajam, lalu berkata dalam bahasa daerah. Aku tidak paham, tapi dari ekspresi wajahnya, aku tahu itu bukan sekadar ucapan selamat datang.

Aku menoleh ke Ardi, berharap penjelasan. Tapi dia hanya menatapku sambil tersenyum tipis.

“Di… apa maksud semua ini?” tanyaku lirih.

Ardi mendekatkan wajahnya, berbisik di telingaku.

“Chel, mulai malam ini… kamu bukan cuma tamu di desa ini.”

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

DOSA DI BALIK GAPURA

DOSA DI BALIK GAPURA

Status: Completed Author: Released: 2025
Seorang wanita muda yang mulai jenuh dengan rumah tangganya terjerat dalam perselingkuhan dengan rekan sekantor penuh rayuan. Awalnya hanya pelarian sesaat, namun liburan yang dijanjikan berubah jadi jerat ketika ia justru dibawa ke desa terpencil dengan aturan adat yang keras, hingga terpaksa dinikahkan secara adat tanpa benar-benar rela. Di tengah upayanya mencari jalan keluar, sang suami yang resah akhirnya menemukan jejak istrinya. Pertemuan di desa itu pun jadi titik balik mengejutkan. Antara cinta, pengkhianatan, dan adat yang mengikat, akankah rumah tangga mereka masih bisa diselamatkan?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya