DDBG Bab 6

DDBG Bab 6
5
(1)

Dentuman gong itu masih bergema di telingaku. Tubuhku refleks mundur selangkah, tapi genggaman tangan di lenganku makin kuat, menyeretku ke depan.

“Lepaskan aku! Aku nggak mau ini!” teriakku, tapi suaraku tenggelam oleh sorak tepuk tangan dan tabuhan gendang.

Beberapa perempuan desa mulai melingkarkan kain putih di antara aku dan Ardi. Aku menepis, mencoba melepaskan diri, tapi mereka bergerak cekatan, menahan tanganku.

“Ardi! Jelaskan ini apa! Aku nggak mau menikah!” suaraku pecah.

Ardi berdiri di sampingku, wajahnya tetap tenang, matanya tak pernah lepas dariku. “Chel, tolong… ikuti saja dulu. Semua ini untuk kita.”

“Apa maksudnya untuk kita?! Aku sudah menikah, Ardi!” air mataku jatuh, suaraku nyaris tak terdengar.

Pria tua dengan tongkat mulai melafalkan doa dalam bahasa daerah. Orang-orang mengangguk, menunduk khidmat, seolah menyaksikan sesuatu yang sakral.

Aku meronta semakin keras, tubuhku hampir terjatuh, tapi beberapa pemuda menahanku. Salah satu perempuan menyelipkan bunga melati di tanganku, lalu menutup jemariku rapat-rapat.

Dentuman gong kedua menggema, lebih keras, membuat jantungku berdetak tak karuan.

Aku menoleh ke segala arah, mencari jalan keluar. Tapi di sekelilingku hanya wajah-wajah asing yang serius, menatapku seperti sudah menjadi milik mereka.

“Tidak! Aku nggak mau ini! Lepaskan aku!!” teriakku lagi, tapi tidak ada yang mendengar.

Lalu suara pria tua itu kembali terdengar, kali ini lebih lantang.

“Mulai malam ini… kalian bukan lagi dua orang asing.”

Tepuk tangan membahana, kain putih ditarik lebih erat, mengikat kami berdua.

Aku menoleh panik ke Ardi, mataku basah penuh ketakutan. Tapi ia hanya menatap balik, tersenyum tipis.

Dan di saat gong dipukul untuk ketiga kalinya, aku tahu semua orang di desa ini sudah menganggap prosesi itu sah.

Usai gong ketiga dipukul, suasana berangsur reda. Orang-orang mulai bubar perlahan, meski beberapa perempuan tetap menatapku penuh arti. Aku masih gemetar, tubuhku hampir tidak sanggup berdiri.

Ardi menggenggam tanganku. “Ayo, Chel. Sudah selesai,” ucapnya tenang.

“Sudah selesai? Kamu gila, Ardi! Mereka pikir kita sudah menikah!” suaraku pecah, tubuhku menegang.

Dia tidak menjawab. Hanya menarikku melewati lorong rumah kayu besar itu, menuju sebuah kamar yang pintunya dihias kain merah dan bunga melati. Hatiku makin berdegup kencang. Kamar pengantin.

“Aku nggak mau masuk ke sana!” aku menahan langkah, air mata jatuh tanpa bisa ditahan.

Ardi menoleh, wajahnya serius tapi lembut. “Chel, dengar aku. Ini semua hanya adat. Buat mereka, ini cara menyambutku pulang. Mereka butuh lihat aku bawa istri. Itu saja.”

Aku menggeleng keras. “Istri? Aku sudah menikah, Ardi! Kamu sadar nggak?!”

Dia mendekat, menangkup wajahku dengan kedua tangannya. “Aku tahu. Aku tahu kamu istri orang. Tapi dengar aku, malam ini nggak akan ada yang menyakitimu. Aku nggak akan sentuh kamu tanpa izinmu. Aku cuma butuh kamu ikut peran ini… supaya mereka percaya.”

Tangisku terhenti sejenak. Suaranya begitu meyakinkan, meski hatiku tetap kacau.

Ardi membuka pintu kamar. Di dalamnya, ranjang kayu besar dengan kelambu putih sudah disiapkan, bunga melati bertebaran di atas kasur. Lampu minyak redup membuat suasana terasa semakin mencekam.

Aku berdiri di ambang pintu, gemetar. “Aku nggak sanggup, Ardi.”

Dia menarik napas panjang, lalu berbisik lirih. “Chel, aku janji… ini semua nggak semengerikan yang kamu kira. Kamu cuma perlu lewati malam ini. Besok pagi, semuanya akan terasa lebih mudah.”

Aku terpaku, hatiku dilanda badai antara takut, marah, dan bingung. Tapi pada akhirnya, aku melangkah masuk ke kamar itu.

Pintu ditutup perlahan dari belakang.

Dan di keheningan kamar pengantin yang penuh bunga, aku sadar… malam ini akan jadi malam yang tidak akan pernah kulupakan seumur hidup.

Cahaya lampu minyak bergetar di balik kelambu putih. Nafasku masih memburu, jantungku berdegup tidak karuan. Ardi mendekat, tangannya menyusuri pipiku dengan penuh hati-hati, seakan tak ingin membuatku makin takut.

“Chel…” bisiknya pelan, “aku ingin malam ini jadi milik kita.”

Aku menelan ludah, suara tercekat keluar. “Tapi… Ardi, kalau ini terjadi… kamu harus pakai pengaman.”

Ardi terdiam sejenak, menatapku lama dengan sorot mata yang dalam. Senyum tipis muncul di bibirnya, tapi kali ini ada ketegasan yang membuatku merinding.

“Aku nggak mau pakai itu. Malam ini… aku ingin kita benar-benar menyatu, tanpa batas.”

Tubuhku kaku. Ada bagian dari diriku yang ingin berteriak menolak, tapi jemarinya yang terus membelai rambutku membuat pikiranku kabur.

“Ardi, jangan egois…” suaraku bergetar, setengah protes, setengah rintihan.

Dia mendekat, keningnya menempel di keningku. “Aku janji nggak akan sakiti kamu Chel. Percayalah… aku butuh kamu sepenuhnya.”

Air mataku jatuh, bukan hanya karena takut, tapi juga karena dilema. Akalku menjerit agar berhenti, tapi tubuhku justru makin lemah dalam pelukannya.

Dan di malam itu, di bawah kelambu penuh bunga melati, aku menyerah. Antara cinta terlarang, rasa bersalah, dan keputusan gila Ardi yang menolak pengaman. Aku membiarkan diriku terbawa arus, tanpa tahu ke mana akhirnya akan menyeretku.

“Argh, aku nggak pernah sebahagia ini sama kamu sayang,” ucap Ardi dengan napas tersengal.

“Aku mohon tinggalin Dito, sama aku aja selamanya,” lanjut Ardi.

Aku tidak bisa berkata-kata mendengarnya, malam ini Ardi begitu kuat. Aku sampai kehabisan tenaga untuk sekadar menarik selimut di kamar itu.

Karena aku takut hamil, aku buru-buru menegur Ardi, “Jangan dikeluarkan di dalam, aku mohon.”

Ardi hanya menutup mulutku, tanpa memedulikan permintaanku.

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 5 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

DOSA DI BALIK GAPURA

DOSA DI BALIK GAPURA

Status: Completed Author: Released: 2025
Seorang wanita muda yang mulai jenuh dengan rumah tangganya terjerat dalam perselingkuhan dengan rekan sekantor penuh rayuan. Awalnya hanya pelarian sesaat, namun liburan yang dijanjikan berubah jadi jerat ketika ia justru dibawa ke desa terpencil dengan aturan adat yang keras, hingga terpaksa dinikahkan secara adat tanpa benar-benar rela. Di tengah upayanya mencari jalan keluar, sang suami yang resah akhirnya menemukan jejak istrinya. Pertemuan di desa itu pun jadi titik balik mengejutkan. Antara cinta, pengkhianatan, dan adat yang mengikat, akankah rumah tangga mereka masih bisa diselamatkan?

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya