“Plaaaakkkk”
Suara tamparan terdengar ke seluruh ruangan di lantai satu, termasuk kamar bibi Ana.
“Edward kenapa kamu menamparku? Kamu ini…”
Sebelum Edward menjawab pertanyaan Alisa, pintu utama tiba-tiba terbuka. Seluruh pengawal yang ada di rumah ini langsung sigap menyambut kedatangan seorang pria yang bertubuh tambun.
“Selamat datang Tuan, minuman dan makanan sudah kami siapkan di meja makan lantai 2.” Sahut seorang pelayan.
“Ada apa ini, kenapa berisik sekali, kalian sedang meributkan apa?” Ucap pria besar itu tanpa menghiraukan sambutan dari pelayan.
“Selamat datang Ayah. Edward menamparku tadi.” Keluh Alisa.
Pria besar itu melepaskan mantel musim seminya. Lalu berjalan 3 langkah ke arah Edward. Edward yang melihat kedatangan ayah Alisa, hanya bisa tertunduk tidak mengatakan apapun lagi.
Dalam hati Edward, dirinya terus bersumpah serapah, sial sekali ayahnya datang, habis sudah riwayatnya.
“Nak Edward, aku tahu kamu adalah pria yang bijaksana. Pasti ada alasan yang kuat, kesalahan yang fatal apabila sampai membuatmu menampar Alisa. Tolong maafkan anak kami.” Ucap ayah Alisa sambil menepuk bahu Edward.
Semua orang terkejut termasuk Bibi Ana yang melihat pemandangan ini. Apalagi Alisa, dia tak habis pikir kenapa ayahnya, tanpa ingin tahu alasan yang sebenarnya, tapi langsung menghakimi dirinya, yang merupakan anak kandungnya sendiri.
“Maafkan aku tuan, aku sangat kelelahan akhir-akhir ini. Bukan sepenuhnya salah Alisa, aku saja yang tidak bisa mengontrol emosiku.” Ucap Edward meminta maaf kepada ayah Alisa.
“Pelayan, tolong pindahkan semua makananku ke lantai bawah, aku ingin makan bersama Alisa dan Edward.” Perintah Ayah Alisa.
Ayah Alisa yang bernama Gustav ini, memiliki kebiasaan yang cukup unik. Gustav sangat mencintai kebersihan, karena terlalu mencintai kebersihan, sampai-sampai semua barangnya tidak boleh digunakan oleh orang lain, termasuk meja makan, alat masak dan piring pun harus khusus untuknya. Untuk meja makan, meja makan pribadinya ada di lantai dua, hanya dirinya dan Alisa saja yang boleh duduk di sana. Hal ini juga yang membuat Ayah Alisa sangat benci kepada rakyat jelata. Jangankan rakyat jelata, pelayan yang tinggal di rumahnya saja ia anggap sebagai orang yang menjijikan.
“Baik, Tuan.” Jawab dua orang pelayan.
Dua pelayan lainnya yang masih tinggal di lantai satu langsung menyemprot tempat duduk dan meja makan menggunakan cairan desinfektan. setelah selesai dibersihkan, Gustav langsung duduk di kursinya.
Meja makan sudah dipenuhi oleh berbagai hidangan. Alisa yang masih kesal dan sedih juga ikut duduk, ia duduk di samping ayahnya.
“Kenapa kamu duduk sini Alisa? Duduklah di samping Edward. Biasakan dirimu menemani Edward, di masa depan nanti kamu akan bersama Edward selamanya.” Ucap Gustav.
Tanpa berbicara sepatah kata pun, Alisa langsung berdiri dan menuju ke kursi di samping Edward.
“Terima kasih atas jamuannya Tuan.” Ucap Edward.
“Kenapa kamu masih begitu kaku Edward? Aku ini calon ayah mertuamu, panggil aku Ayah juga sama seperti Alisa.” Ucap Gustav.
“Baik, Ayah.” Jawab Edward.
“Alisa, bagaimana latihanmu? Ayah ingin kamu masuk ke kelas memasak, Ayah ingin kamu pandai memasak sebelum menikah dengan Edward. Edward ini sangat kelelahan dalam bekerja, setiap pulang ke rumah harus dihidangkan makanan yang lezat dan bergizi. Masakan untuk suami itu harus istri sendiri yang memasak, sama seperti mendiang ibumu dulu. Selalu memasakkan masakan lezat dan bergizi untuk ayah.” Ucap Gustav.
Alisa semakin terhenyak begitu mendengar ucapan Ayahnya. Menikah? Menikah dengan Edward? Edward yang begitu semena-mena, tukang mabuk, suka main wanita. Alisa berpikir, apa ayahnya tega membiarkan dirinya tersiksa selamanya bersama pria seperti Edward?
“Ayah, aku belum siap untuk menikah. Aku ingin mencapai impianku dulu, menjadi seorang pianis. aku berlatih keras akhir-akhir ini, dari pagi sampai sore. Agar aku bisa ikut kompetisi piano di ibukota bulan depan. Aku bisa saja masuk kelas memasak, tapi mungkin setelah kompetisi itu selesai.” Ucap Alisa.
Edward sedikit lega mendengar ini, bagaimana tidak, Edward yang masih menyukai kesendiriannya, bebas pulang kapan saja, bebas main wanita juga. alasan Edward masih mau menjalin hubungan dengan Alisa adalah, Alisa sangat cantik, dengan bentuk fisik yang bagus, tinggi, berat badan normal, hidung mancung… sangat sulit digambarkan, tapi yang pasti Alisa sangat menawan. Hingga membuatnya menjadi bunga di kota ini, banyak anak pejabat dan anak para pengusaha yang mengejar Alisa, tapi hanya Edward-lah yang diterima oleh ayahnya. Diterima oleh ayahnya, bukan Alisa sendiri.
Ayah Edward merupakan seorang penasihat hukum negara, kekuatan wewenangnya sangat kuat tapi tidak dengan kekuatan ekonominya. Oleh karena itu, Ayah Edward membutuhkan suapan ekonomi dari ayah Alisa yang merupakan seorang pengusaha, dan Ayah Alisa membutuhkan bantuan Ayah Edward, untuk melobi negara agar bisa memberikan izin untuk perluasan usahanya.
“Usiaku tak muda lagi, aku butuh cucu, butuh seorang penerus semua bisnisku. Alisa, kamu adalah seorang perempuan, tak mungkin bisa meneruskan segala bisnisku. Tolong pikirkan baik-baik masalah pernikahan ini. Semakin cepat semakin baik. Apalagi sekarang aku berencana untuk membuka lahan tambang baru di Zuhra Selatan. Tenagaku semakin berkurang, tapi semangat bisnisku masih menyala, jadi aku rekan sekaligus penerusku.” Ucap Gustav dengan ekspresi yang sedikit menyedihkan.
Edward yang tadinya enggan untuk menikah, begitu mendengar kata penerus, seperti mendapatkan durian runtuh, ia langsung berkata: “Sebenarnya, orang tuaku juga sudah membahas masalah pernikahan ini. Karena Ayah juga sudah memintanya, hari ini juga aku ingin melamar Alisa.”
Saat ini, Edward tiba-tiba langsung berjongkok dengan satu kaki, di hadapan Alisa, “Alisa, maukah kamu menikah denganku? Tidak usah khawatir soal cita-citamu, aku akan selalu mendukungmu. Soal makanan, makanan buatanmu sudah cukup lezat, sudah menikah nanti jika kamu ingin masuk kelas memasak, pasti akan aku izinkan juga.”
“Maaf aku belum siap, ini bukan pernikahan cinta melainkan pernikahan harta. Aku ingin hidup bersama seseorang yang kucinta dan juga mencintaiku.” Tolak Alisa.
Ayah Alisa langsung menggebrak meja, seluruh emosinya langsung naik ke kepalanya, “Alisa kamu ini tidak tahu diri, Edward itu sangat mencintaimu, kamu saja yang tidak sadar. Cinta itu bisa datang karena terbiasa, dan saat kamu menerimanya. Coba saja dulu, kenapa kamu selalu memikirkan dirimu sendiri? Egois kali.”
“Tidak apa-apa Ayah, aku akan setia menunggu Alisa, sampai Alisa bersedia menikah denganku.” Ucap Edward.
Di depan ayahnya saja Edward berbicara seperti itu, dalam hatinya ia sangat kesal, rasanya ingin sekali menampar Alisa lagi.
“Ayah jangan terlalu menganggap Edward sempurna, Ayah tidak tahu saja bagaimana Edward di luar sana, jika Ayah ingin tahu, aku…”
Alisa belum menyelesaikan kata-katanya, Edward langsung menaikkan nadanya, dengan suara yang dingin ia memotong pembicaraan Alisa, “Cukup Alisa……
*****
Bersambung…
Update setiap hari Senin ya teman-teman.
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)