Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
Memiliki pekerjaan yang menjanjikan, mapan, tampan. Hidup tanpa kekurangan sedikit pun. Rumah ada, mobil pun ada. Hidup seperti ini adalah kehidupan yang sangat didambakan oleh semua orang.
Beruntungnya, kehidupan seperti ini dimiliki oleh Devan. Pria kelahiran tahu 1990 ini memiliki kehidupan yang sangat sempurna di mata orang lain. Begitu muda tapi sudah begitu mapan. Hanya saja, banyak sekali orang yang heran dan juga penasaran kenapa Devan tak kunjung mencari pasangan hidupnya. Termasuk orang tua Devan. Orang tua Devan yang sudah cukup tua, sering kali meminta Devan untuk segera menikah. Namun, jawaban Devan selalu sama, “Aku masih fokus membangun karierku. Kalau sudah waktunya, aku pasti akan menikah juga.”
Namun, tak banyak yang tahu. Atau mungkin, hanya Devan sendiri yang tahu masalah dirinya. Entah kenapa, Devan merasa dirinya tak begitu tertarik pada wanita. Ia cenderung senang dan antusias saat harus berhubungan dengan orang yang sama tampannya dengannya. Hanya saja, Devan tak pernah berani sampai menjalin hubungan. Karena ia masih meyakini kodrat laki-laki harus bersama seorang perempuan.
Devan bekerja di sebuah perusahaan digital. Ia duduk di posisi Manajer. Setiap harinya selalu disibukan dengan pekerjaannya.
Perusahaan A.
Devan pergi ke kantor lebih awal, sama seperti biasanya. Sesampainya di ruang kerjanya, sekretarisnya, Chela menghampirinya.
“Pagi Pak, maaf mengganggu waktunya. Hari ini ada klien yang komplain. Dan klien itu mau ngobrol langsung sama pihak manajer. Gimana ya Pak? Di telepon tadi bilang sekarang lagi perjalanan menuju ke sini.” ucap Chela.
“Pagi. Oh begitu ya. Gak apa-apa, nanti kalau dia udah sampai sini, suruh langsung ke kantor saya aja ya Chel. Thankyou.” jawab Devan.
“Baik Pak, terima kasih kembali. Saya permisi ya.”
Chela pun pergi meninggalkan kantor Devan, meninggalkan Devan dengan setumpuk pekerjaannya. Devan mulai menyicil pekerjaan-pekerjaan pagi ini. Sebenarnya, pekerjaan ini adalah pekerjaannya selama seminggu ke depan. Namun, Devan ingin menyelesaikannya dalam waktu 2 hari karena ia ingin cuti untuk pergi berlibur.
Devan memiliki kebiasaan liburan sendiri. Saat pekerjaannya terasa sangat menjemukan, ia selalu mencari waktu luang untuk refresh kembali pikirannya.
Sekitar jam 10 pagi, terdengar ketukan dari luar pintu ruang kantor Devan.
“Silakan masuk.” ucap Devan.
Kemudian, masuklah seorang pria jangkung dan kekar, usianya kurang lebih berumur 30 tahunan.
Devan langsung tahu, orang ini pasti klien yang dibahas oleh Chela tadi pagi. Tanpa sadar, Devan langsung menelan ludahnya saat melihat orang itu masuk ke dalam kantornya. Dalam hati Devan bertanya-tanya, kenapa dirinya sangat gugup. Padahal, ini bukan pertama kalinya ia berhadapan dengan klien.
“Si.. Silakan duduk, Pak.” ucap Devan gugup.
Kegugupan Devan akhirnya berlalu. Diskusi mereka berjalan dengan lancar.
Setelah jam 12 siang, klien yang bernama Reno itu akhirnya pulang. Namun, sebelum pulang, Reno berbicara pada Devan, “Pak, ini kan sudah waktu jam makan siang. Gimana kalau kita makan bareng? Sekalian tanya-tanya proyek yang akan kita jalankan nanti.”
Wajah Devan langsung memerah, “Oh.. Oh iya betul sekali. Mari, mari kita makan.”
Devan lagi-lagi dibuat heran oleh dirinya sendiri. Devan adalah seorang yang sangat menjaga kebersihan. Ia selalu membawa bekal makanan yang dimasak oleh pembantunya di rumah. Kali ini, entah kenapa ia mau saja makan dengan kliennya, di kafetaria gedung kantornya.
***
Hari ini berlalu dengan sangat aneh. Entah apa yang terjadi dengan Devan. Ia merasa hari ini sangat aneh. Terasa aneh sejak kemunculan Reno…
Keesokan harinya, hari terakhir bekerja sebelum Devan cuti untuk berlibur di sebuah pulau. Besok itu hari Kamis, Jumat ada libur nasional, jadi ia bisa menikmati akhir pekan panjangnya dengan berlibur menikmati suasana baru.
Tak seperti kemarin, hari ini semuanya berjalan dengan lancar. Devan lagi-lagi menyangkutkan kelancaran hari ini, mungkin karena ia tidak bertemu dengan Reno.
***
Keesokan paginya, Devan cepat-cepat bergegas pergi ke bandara. Ia memilih penerbangan pagi untuk mengejar suasana matahari terbit di Pulau Z.
Hanya memerlukan waktu 1 jam untuk sampai di Pulau Z. Devan langsung pergi ke hotel yang sudah ia pesan untuk check in dan menyimpan barang-barangnya. Ia tak langsung pergi ke pantai, melainkan istirahat dulu sebentar lalu pergi sarapan.
Devan mulai pergi jalan-jalan mengelilingi kota kecil di pulau ini dengan mobil yang sudah ia sewa. Sampai waktu malam tiba, Devan merasa agak kesepian. Lagi-lagi ia merasa tak seperti biasanya. Devan memainkan ponselnya. Saat ia sedang memainkan permainan di ponselnya, sebuah iklan yang berisikan aplikasi kencan tiba-tiba muncul di layar ponselnya.
‘Zaman sekarang canggih ya, hape bisa tau apa yang kita pikirin hahaha.’ gumam Devan dalam hati.
Devan melihat iklan itu, lalu mencoba untuk mengintall aplikasinya. Setelah melihat-lihat beberapa foto yang muncul di aplikasi itu, Devan merasa aplikasi seperti itu sangat membosankan. Sampai akhirnya ia melihat foto yang familier dengannya. RENO! Kenapa Reno berjarak 1 km darinya? Apa dia juga sedang ada di sini?
Devan iseng mengusak foto Reno ke kanan, yang berarti tertarik pada Reno. BOOM! MATCH! Reno juga melakukan usap ke kanan di bagian profil Devan. Devan terkejut, apa ini maksudnya? Ah mungkin Reno hanya iseng saja. Setampan itu mana mungkin tertarik pada laki-laki lagi.
“Hei, Bapak lagi di sini juga? Boleh dong kita nongkrong bareng hahaha.”
Sebuah pesan muncul di layar ponsel Devan. Namun, Devan tak langsung membalas pesan Reno. Devan masih sangat ragu, ia takut, takut terjadi sesuatu di antara mereka.
“Santai aja sama saya, saya gak akan bocorin hal ini. Gak usah ditutup-tutupin lagi Pak, capek hehe.”
Rasa campur aduk muncul di hati Devan, namun Devan tetap membalasnya, “Cafe Bingtangbucks, sekarang.”
Devan heran, kenapa dirinya mau saja bertemu dengan orang yang tak ia kenal? Bagaimana kalau ia dirampok? Diculik? Berbagai pikiran buruk muncul di dalam benak Devan. Namun, akhirnya ia tetap menenangkan dirinya. Ia sudah cukup dewasa untuk memikirkan bagaimana orientasi seksualnya.
Tak lama kemudian, Reno benar-benar muncul di hadapan Devan.
“Dunia bener-bener sempit ya. Kita ketemu lagi di sini.” sapa Reno.
“Gak perlu formal lagi lah, panggil nama aja.” jawab Devan sambil tersenyum.
“Bagus kalau begitu hehe. Kamu nginep di mana Dev?”
“Di Hotel Seaside, kamu?”
“Hotel Seaside juga….”
END
Hayooo, what happen after this first time? 😀
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)