Goodbye To Old Me – Eps 7

0
(0)

Eps 7 : Kebahagiaan Semu

Tiga hari berlalu dengan perasaan yang berbunga-bunga. Cuaca peralihan dari musim semi ke musim panas selalu labil seperti ini. Sekarang terasa agak panas, satu jam kemudian bisa menjadi dingin sedingin saat puncak musim dingin. Di musim peralihan seperti ini, orang-orang rentan sakit seperti demam dan flu. Termasuk Alisa, Alisa sudah melewatkan satu kali latihan pianonya karena suhu tubuhnya yang tinggi. Cuaca hari ini begitu labil, siang tadi suhu mencapai 28 derajat, dan malam ini langsung terjun ke 3 derajat!

Seharian ini, Alisa hanya tiduran saja di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Bibi Ana datang ke kamar Alisa untuk mengantarkan ramuan obat, air es untuk mengompres Alisa, dan juga kue kesukaannya.

Tok tok tok

“Non, Bibi boleh masuk?” Ucap Bibi Ana.

“Boleh Bi, masuk saja, pintunya tidak dikunci kok.” Jawab Alisa.

Alisa langsung menyimpan buku yang sedang ia baca di meja sebelah tempat tidurnya. Dia tersenyum menyambut kedatangan Bibi Ana ke kamarnya. Alisa tampak begitu bahagia, dalam hatinya ia merasa Bibi Ana memang satu-satunya anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepadanya. Malam dingin seperti ini, saat perutnya keroncongan, tiba-tiba Bibi Ana datang membawa kue pisang kesukaan Alisa. Bukannya ini adalah anugerah terindah?

Tidak sama seperti anak bangsawan lainnya, yang selalu memperhatikan apa yang dimakan dan diminum demi menjaga berat badannya. Alisa cenderung tidak peduli tentang ini, toh makan banyak pun tubuhnya tetap ideal. Mungkin karena kebiasaan hidupnya yang sehat, ia selalu mengimbangi makanannya dengan olahraga yang rutin.

“Bibi, aku sayang Bibi!” Teriak Alisa sambil menghampiri Bibi Ana lalu mengambil sepotong kue dari piring yang dibawa oleh Bibi Ana.

“Aduh Non, cuci tangan dulu ah, jorok.” Keluh Bibi Ana.

“Tanganku bersih kok Bi, tenang saja.” Ucap Alisa sambil melahap kue.

Bibi Ana tersenyum melihatnya, bayi kecilnya benar-benar sudah tumbuh dewasa, “Non kan sudah pegang buku tadi. Ya sudah, selesai makan kue cuci tangan ya. Setelah itu, minum obatnya biar cepat sembuh. Kalau sudah sembuh kan bisa latihan piano lagi.”

Raut wajah Alisa berubah menjadi muram, seolah teringat sesuatu yang sangat menyedihkan. Bibi Ana merasa sangat khawatir, “Non, Bibi salah ucap ya?”

Alisa mendongak menatap wajah Bibi Ana, dengan suara pelan ia berkata, “Apa Freddy akan memikirkanku karena aku tidak datang latihan piano kemarin? Kalau dia khawatir berarti dia memiliki perasaan yang sama denganku, kan?”

Bibi Ana langsung menghembuskan nafas lega, “Bibi pikir ada apa, masih masalah Freddy ternyata. Sudah sudah, jangan banyak pikiran. Non akan segera mengetahui jawabannya saat Non sudah sembuh nanti. Kalau sudah sembuh, pergi latihan piano lagi, lalu liat ekspresi Freddy saat melihatmu nanti, oke?”

Alisa cemberut, “Ish Bibi ini, harusnya bibi jawab Freddy pasti akan mengkhawatirkanku, huh.”

Saat Bibi Ana hendak menjawabnya, tiba-tiba terdengar suara ribut dari lantai bawah.

brak brak brak!

Para pengawal yang berjaga langsung bersiaga, ada yang bersiaga di depan pintu Alisa, di lantai bawah, di gerbang rumah. Dua orang pengawal langsung masuk ke dalam kamar Alisa untuk mengamankan bagian jendela kamar Alisa. Kebetulan, saat itu Gustav masih di luar kota, jadi hanya ada Alisa yang wajib diamankan di rumah itu. 

Alisa mulai panik, ingatan traumatis saat ia diculik dulu, kembali teringat dalam benaknya. 

“Ada apa ini? Ada siapa? Tolong beritahu aku sekarang juga!” Teriak Alisa kepada salah satu pengawal yang berjaga di kamarnya.

“Non tolong jangan berisik, ada wanita gila di gerbang sana. Wanita itu terus berteriak minta tolong. Kita jangan sampai terkecoh, biasanya itu hanya jebakan saja. Ketika kita membiarkannya masuk, pasukannya akan masuk menerobos ke dalam rumah juga.” Jawab pengawal.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan kencang, “Alisa! Ini aku Kelly, tolong aku!”

Alisa terhenyak, ini benar-benar suara sahabatnya, Kelly. Ada apa Kelly malam-malam membuat berisik di rumahnya?

Alisa langsung meminta kepada pengawalnya untuk mengantar dirinya ke lantai bawah. Walaupun sempat tidak diizinkan dengan alasan keselamatan, tapi akhirnya Alisa tetap diizinkan ke bawah dengan pengawalan ketat.

Alisa dan delapan orang pengawal, menuruni tangga, sampai ke lantai satu lalu membuka pintu utama.

Alisa sangat terkejut begitu melihat Kelly dengan kepalanya yang berlumuran darah, dan bajunya yang compang-camping. Alisa langsung meminta pengawal yang menahan Kelly untuk segera melepaskannya, lalu menyuruh mereka untuk mengantarkan Kelly masuk ke dalam rumahnya.

Kelly adalah sahabat Alisa sejak mereka berusia 4 tahun. Kelly merupakan anak dari sahabat Ibunya. Saat Ibu Alisa masih hidup, Kelly sering main ke rumah Alisa untuk belajar membaca bersama Alisa dan Ibunya. Sampai mereka berumur 19 tahun, mereka masih sering main bersama, berlatih piano di tempat yang sama. Namun, sejak ia menikah dengan seorang prajurit pengawal presiden, semuanya langsung berubah. Kelly sangat sulit ditemui. Jangankan Alisa, dengan orang tuanya sendiri pun sangat jarang bertemu. Sudah 2 tahun lamanya sejak terakhir kali bertemu dengan Alisa. Saat itu, mereka bertemu di sebuah acara bangsawan dan para pejabat pemerintah. Di acara itu, pertemuan mereka sangat singkat, tidak sampai 30 menit. Tapi dalam 30 menit itu, Alisa tahu kehidupan Kelly sudah begitu enak. Kelly menceritakan betapa bahagianya kehidupan pernikahannya, ia juga tak jarang menasihati Alisa untuk segera menikah.

Alisa langsung menitikkan air mata begitu melihat Kelly dalam keadaan seperti saat ini. Alisa menahan rasa penasarannya terlebih dahulu, ia meminta Bibi Ana untuk menyiapkan handuk, pakaian bersih dan air panas untuk Kelly. Setelah selesai mandi, Bibi Ana membantu Kelly membersihkan luka-lukanya, sekaligus mengompres bagian tubuhnya yang memar. 

“Kelly, kamu kurus sekali. Ayo kita makan dulu.” Sapa Alisa.

Dengan matanya yang sangat sembab dan berkantung, Kelly hanya mengangguk, merespons Alisa. Kelly langsung melahap makanan yang disajikan oleh pelayan. Alisa semakin bertanya-tanya, ada apa dengan Kelly, kenapa tampak begitu tersiksa, seolah belum makan selama berbulan-bulan.

Setelah selesai makan, Alisa mulai bertanya kepada Kelly, “Kelly.. Kamu…”

Belum selesai bertanya, Kelly langsung memotongnya, “Semu, semuanya semu Alisa. Kebahagiaan yang terlihat itu palsu. Tolong jangan beritahu siapapun aku ada di sini. Ini adalah tempat paling aman untukku. Suamiku pasti tidak akan berani berbuat ribut di sini.”

“Kelly, biarkan aku memelukmu. Kamu tidak sendiri, tak apa.” Alisa memeluk pelan tubuh Kelly, seolah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Kelly.

Mendengar ucapan Kelly tadi, hal pertama yang muncul di benak Alisa adalah, ini adalah masa depannya jika dia tidak memberontak perjodohannya dengan Edward. Saat ini, Alisa meminta kepada para pengawalnya untuk merahasiakan ini.

“Alisa, suamiku, Joseph, sahabat Edward tunanganmu! Dia benar-benar bajingan, memanfaatkanku agar ia bisa mendapatkan uang dari keluargaku. Dia mengurungku selama 2 tahun ini, memberiku makan 2 hari sekali, hampir tiap malam pesta sex dengan sahabatnya, Edward! Aku berhasil kabur setelah dia mabuk berat malam ini, aku kabur saat ia lupa mengunci tempat aku dikurung. Alisa…” Suaranya tak tertahankan lagi, ia menangis tersedu-sedu.

“Sudah Kelly, maafkan aku yang tidak peka tentang kondisimu. Harusnya aku bisa lebih sadar sejak kita bertemu terakhir kalinya. Aku mengerti penderitaanmu, kamu aman di sini. Aku sedih melihatmu seperti ini, maafkan aku tidak cukup baik sebagai sahabatmu.” Alisa juga ikut menangis melihat penderitaan Kelly.

Bibi Ana yang melihat pemandangan ini dari kejauhan, ikut menangis juga. Rasanya sakit sekali, mungkin nasib kebanyakan semua wanita di seluruh negeri ini seperti Kelly. Bibi Ana menghampiri mereka berdua, lalu berkata, “Non Kelly, istirahat dulu ya. Kamar tamu sudah disiapkan untuk Non.”

Alisa menatap Bibi Ana, “Tidak usah Bi, malam ini biarkan ia tidur di kamarku dulu.”

Bibi Ana hanya mengangguk.

Malam ini berlalu begitu dramatis, satu kejadian yang menggambarkan kejadian nyata yang kerap terjadi di negeri ini. Entah sampai kapan…

 

Bersambung…

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)

Episode 6Episode 8

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Goodbye To Old Me – Eps 7

Goodbye To Old Me – Eps 7

Eps 7 : Kebahagiaan Semu

Tiga hari berlalu dengan perasaan yang berbunga-bunga. Cuaca peralihan dari musim semi ke musim panas selalu labil seperti ini. Sekarang terasa agak panas, satu jam kemudian bisa menjadi dingin sedingin saat puncak musim dingin. Di musim peralihan seperti ini, orang-orang rentan sakit seperti demam dan flu. Termasuk Alisa, Alisa sudah melewatkan satu kali latihan pianonya karena suhu tubuhnya yang tinggi. Cuaca hari ini begitu labil, siang tadi suhu mencapai 28 derajat, dan malam ini langsung terjun ke 3 derajat!

Seharian ini, Alisa hanya tiduran saja di kamarnya. Waktu menunjukkan pukul sembilan malam, Bibi Ana datang ke kamar Alisa untuk mengantarkan ramuan obat, air es untuk mengompres Alisa, dan juga kue kesukaannya.

Tok tok tok

“Non, Bibi boleh masuk?” Ucap Bibi Ana.

“Boleh Bi, masuk saja, pintunya tidak dikunci kok.” Jawab Alisa.

Alisa langsung menyimpan buku yang sedang ia baca di meja sebelah tempat tidurnya. Dia tersenyum menyambut kedatangan Bibi Ana ke kamarnya. Alisa tampak begitu bahagia, dalam hatinya ia merasa Bibi Ana memang satu-satunya anugerah terbesar yang Tuhan berikan kepadanya. Malam dingin seperti ini, saat perutnya keroncongan, tiba-tiba Bibi Ana datang membawa kue pisang kesukaan Alisa. Bukannya ini adalah anugerah terindah?

Tidak sama seperti anak bangsawan lainnya, yang selalu memperhatikan apa yang dimakan dan diminum demi menjaga berat badannya. Alisa cenderung tidak peduli tentang ini, toh makan banyak pun tubuhnya tetap ideal. Mungkin karena kebiasaan hidupnya yang sehat, ia selalu mengimbangi makanannya dengan olahraga yang rutin.

“Bibi, aku sayang Bibi!” Teriak Alisa sambil menghampiri Bibi Ana lalu mengambil sepotong kue dari piring yang dibawa oleh Bibi Ana.

“Aduh Non, cuci tangan dulu ah, jorok.” Keluh Bibi Ana.

“Tanganku bersih kok Bi, tenang saja.” Ucap Alisa sambil melahap kue.

Bibi Ana tersenyum melihatnya, bayi kecilnya benar-benar sudah tumbuh dewasa, “Non kan sudah pegang buku tadi. Ya sudah, selesai makan kue cuci tangan ya. Setelah itu, minum obatnya biar cepat sembuh. Kalau sudah sembuh kan bisa latihan piano lagi.”

Raut wajah Alisa berubah menjadi muram, seolah teringat sesuatu yang sangat menyedihkan. Bibi Ana merasa sangat khawatir, “Non, Bibi salah ucap ya?”

Alisa mendongak menatap wajah Bibi Ana, dengan suara pelan ia berkata, “Apa Freddy akan memikirkanku karena aku tidak datang latihan piano kemarin? Kalau dia khawatir berarti dia memiliki perasaan yang sama denganku, kan?”

Bibi Ana langsung menghembuskan nafas lega, “Bibi pikir ada apa, masih masalah Freddy ternyata. Sudah sudah, jangan banyak pikiran. Non akan segera mengetahui jawabannya saat Non sudah sembuh nanti. Kalau sudah sembuh, pergi latihan piano lagi, lalu liat ekspresi Freddy saat melihatmu nanti, oke?”

Alisa cemberut, “Ish Bibi ini, harusnya bibi jawab Freddy pasti akan mengkhawatirkanku, huh.”

Saat Bibi Ana hendak menjawabnya, tiba-tiba terdengar suara ribut dari lantai bawah.

brak brak brak!

Para pengawal yang berjaga langsung bersiaga, ada yang bersiaga di depan pintu Alisa, di lantai bawah, di gerbang rumah. Dua orang pengawal langsung masuk ke dalam kamar Alisa untuk mengamankan bagian jendela kamar Alisa. Kebetulan, saat itu Gustav masih di luar kota, jadi hanya ada Alisa yang wajib diamankan di rumah itu. 

Alisa mulai panik, ingatan traumatis saat ia diculik dulu, kembali teringat dalam benaknya. 

“Ada apa ini? Ada siapa? Tolong beritahu aku sekarang juga!” Teriak Alisa kepada salah satu pengawal yang berjaga di kamarnya.

“Non tolong jangan berisik, ada wanita gila di gerbang sana. Wanita itu terus berteriak minta tolong. Kita jangan sampai terkecoh, biasanya itu hanya jebakan saja. Ketika kita membiarkannya masuk, pasukannya akan masuk menerobos ke dalam rumah juga.” Jawab pengawal.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan kencang, “Alisa! Ini aku Kelly, tolong aku!”

Alisa terhenyak, ini benar-benar suara sahabatnya, Kelly. Ada apa Kelly malam-malam membuat berisik di rumahnya?

Alisa langsung meminta kepada pengawalnya untuk mengantar dirinya ke lantai bawah. Walaupun sempat tidak diizinkan dengan alasan keselamatan, tapi akhirnya Alisa tetap diizinkan ke bawah dengan pengawalan ketat.

Alisa dan delapan orang pengawal, menuruni tangga, sampai ke lantai satu lalu membuka pintu utama.

Alisa sangat terkejut begitu melihat Kelly dengan kepalanya yang berlumuran darah, dan bajunya yang compang-camping. Alisa langsung meminta pengawal yang menahan Kelly untuk segera melepaskannya, lalu menyuruh mereka untuk mengantarkan Kelly masuk ke dalam rumahnya.

Kelly adalah sahabat Alisa sejak mereka berusia 4 tahun. Kelly merupakan anak dari sahabat Ibunya. Saat Ibu Alisa masih hidup, Kelly sering main ke rumah Alisa untuk belajar membaca bersama Alisa dan Ibunya. Sampai mereka berumur 19 tahun, mereka masih sering main bersama, berlatih piano di tempat yang sama. Namun, sejak ia menikah dengan seorang prajurit pengawal presiden, semuanya langsung berubah. Kelly sangat sulit ditemui. Jangankan Alisa, dengan orang tuanya sendiri pun sangat jarang bertemu. Sudah 2 tahun lamanya sejak terakhir kali bertemu dengan Alisa. Saat itu, mereka bertemu di sebuah acara bangsawan dan para pejabat pemerintah. Di acara itu, pertemuan mereka sangat singkat, tidak sampai 30 menit. Tapi dalam 30 menit itu, Alisa tahu kehidupan Kelly sudah begitu enak. Kelly menceritakan betapa bahagianya kehidupan pernikahannya, ia juga tak jarang menasihati Alisa untuk segera menikah.

Alisa langsung menitikkan air mata begitu melihat Kelly dalam keadaan seperti saat ini. Alisa menahan rasa penasarannya terlebih dahulu, ia meminta Bibi Ana untuk menyiapkan handuk, pakaian bersih dan air panas untuk Kelly. Setelah selesai mandi, Bibi Ana membantu Kelly membersihkan luka-lukanya, sekaligus mengompres bagian tubuhnya yang memar. 

“Kelly, kamu kurus sekali. Ayo kita makan dulu.” Sapa Alisa.

Dengan matanya yang sangat sembab dan berkantung, Kelly hanya mengangguk, merespons Alisa. Kelly langsung melahap makanan yang disajikan oleh pelayan. Alisa semakin bertanya-tanya, ada apa dengan Kelly, kenapa tampak begitu tersiksa, seolah belum makan selama berbulan-bulan.

Setelah selesai makan, Alisa mulai bertanya kepada Kelly, “Kelly.. Kamu…”

Belum selesai bertanya, Kelly langsung memotongnya, “Semu, semuanya semu Alisa. Kebahagiaan yang terlihat itu palsu. Tolong jangan beritahu siapapun aku ada di sini. Ini adalah tempat paling aman untukku. Suamiku pasti tidak akan berani berbuat ribut di sini.”

“Kelly, biarkan aku memelukmu. Kamu tidak sendiri, tak apa.” Alisa memeluk pelan tubuh Kelly, seolah bisa merasakan apa yang dirasakan oleh Kelly.

Mendengar ucapan Kelly tadi, hal pertama yang muncul di benak Alisa adalah, ini adalah masa depannya jika dia tidak memberontak perjodohannya dengan Edward. Saat ini, Alisa meminta kepada para pengawalnya untuk merahasiakan ini.

“Alisa, suamiku, Joseph, sahabat Edward tunanganmu! Dia benar-benar bajingan, memanfaatkanku agar ia bisa mendapatkan uang dari keluargaku. Dia mengurungku selama 2 tahun ini, memberiku makan 2 hari sekali, hampir tiap malam pesta sex dengan sahabatnya, Edward! Aku berhasil kabur setelah dia mabuk berat malam ini, aku kabur saat ia lupa mengunci tempat aku dikurung. Alisa…” Suaranya tak tertahankan lagi, ia menangis tersedu-sedu.

“Sudah Kelly, maafkan aku yang tidak peka tentang kondisimu. Harusnya aku bisa lebih sadar sejak kita bertemu terakhir kalinya. Aku mengerti penderitaanmu, kamu aman di sini. Aku sedih melihatmu seperti ini, maafkan aku tidak cukup baik sebagai sahabatmu.” Alisa juga ikut menangis melihat penderitaan Kelly.

Bibi Ana yang melihat pemandangan ini dari kejauhan, ikut menangis juga. Rasanya sakit sekali, mungkin nasib kebanyakan semua wanita di seluruh negeri ini seperti Kelly. Bibi Ana menghampiri mereka berdua, lalu berkata, “Non Kelly, istirahat dulu ya. Kamar tamu sudah disiapkan untuk Non.”

Alisa menatap Bibi Ana, “Tidak usah Bi, malam ini biarkan ia tidur di kamarku dulu.”

Bibi Ana hanya mengangguk.

Malam ini berlalu begitu dramatis, satu kejadian yang menggambarkan kejadian nyata yang kerap terjadi di negeri ini. Entah sampai kapan…

 

Bersambung...

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)

Episode 6 -- Episode 8

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya