Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
Ternyata hanya seekor tikus saja yang sedang berebut makanan di tempat sampah.
Mereka berdua pun langsung bergegas kembali menghampiri Alisa. Sebenarnya, Alisa menyimpan banyak keraguan dalam hatinya, tapi ia tidak begitu banyak berbicara karena ia tahu, Edward tidak akan menjawabnya dengan jujur.
Alisa dan Edward pergi menemui beberapa kolega dan teman lama Alisa juga. Alisa bertemu dengan salah satu teman lamanya, ia bernama Elizabeth. Elizabeth merupakan temannya saat ia belajar memasak dulu. Saat ini, Elizabeth sudah memiliki dua anak yang lucu dari pernihakannya dengan seorang pria paruh baya yang seumuran dengan Gustav, yang memiliki jabatan yang lumayan di pemerintahan.
“Alisa, kamu masih ingat aku tidak?” Ucap Elizabeth.
Alisa pun langsung menjawabnya, “Tentu saja masih ingat, bagaimana tidak, kita sering sekali bermain bersama dulu! Elizabet, anak-anakmu sangat lucu, mereka sangat mirip denganmu.”
Dalam hati Alisa, ia menggerutu, untungnya anak-anaknya mirip dengan ibunya. Kasian sekali jika mirip dengan ayah mereka, hahaha.
“Ya, mereka sedang dalam masa nakal-nakalnya. Aduh, jangan berlarian seperti itu, nanti jatuh. Maafkan anak-anakku ya Alisa hahaha. Cantik sekali kamu, dengan siapa kamu datang ke sini?” Ucap Elizabeth sambil tetap mengawasi anak-anaknya.
Alisa tersenyum, dan menjawab, “Wajar, mereka sedang lucu-lucunya. Aku datang dengan Edward dan ayahku. Mana suamimu?”
Tak jauh dari mereka berdua, berdiri satu kelompok pria-pria paruh baya yang berjumlah tiga sampai empat orang sedang berbincang. Anak-anak Elizabeth menghampirinya, tiada hentinya memanggil “Ayah ayah ayah.” Salah satu dari pria paruh baya itu memelototi Elizabeth, dan berkata, “Eli! Urus anak-anak. Aku masih mengobrol! Huh.”
Elizabeth pun terkejut, ia buru-buru berkata, “Alisa, aku pergi dulu ya. Suamiku sudah mencariku. Aduh nak, nak!!”
Tanpa menunggu Alisa meresponsnya, Elizabeth sudah berlari mengejar kedua anak kembarnya yang kurang lebih masih berusia 4 tahunan.
“Alisa, mari kita bersulang.” Edward memberikan satu gelas yang berisi anggur, yang baru saja diantarkan oleh salah satu pelayan di pesta ini.
Alisa tersenyum ringan, lalu meraih gelas itu. Mereka pun bersulang, lalu meminum anggur itu dalam satu tegukkan.
Alisa, Edward dan Gustav bersama-sama mengobrol dengan kolega bisnis mereka. Alisa menjadi pusat perhatian pesta kali ini. Dari gaun, riasan wajah, sampai kesopanannya membuat para tamu terkesima melihat kehadirannya. Satu demi satu pujian disampaikan kepada Edward, Gustav, bahkan kepada Alisa langsung. Bahkan, saling memesonanya, ada seorang petinggi pemerintahan datang menghampirinya,
“Gustav, maaf, istriku sedang hamil. Ia ingin sekali putrimu mengelus perutnya, istriku sepertinya sedang mengidam.”
Gustav tertawa, dengan ramah berkata, “Tentu saja boleh, Tuan.”
“Alisa, istri tuan ini sedang mengidam, ia ingin perutnya dielus olehmu, cepat ke sini!” Ucap Gustav pada Alisa.
Alisa yang sedang berbincang dengan Edward dan beberapa koleganya, menoleh melihat ayahnya. Ia berkata, “Baik Ayah.”
Tak jauh dari sana, ada seorang wanita hamil yang duduk tak jauh dari meja Alisa. Wanita itu sangat antusias saat melihat Alisa berjalan menghampirinya, “Papah, Alisa datang. Ya ampun, ternyata kalau dilihat dari dekat lebih cantik lagi. Semoga anak kita mirip Alisa ya Pah.” Wanita itu tiada hentinya menarik-narik ujung jas suaminya.
“Halo Nyonya, perkenalkan aku Alisa, putri bapak Gustav.” Sapa Alisa.
“Hai Alisa, perkenalkan namaku Jane. Aku istrinya Pak Rendi, sahabat ayahmu. Alisa, kamu cantik sekali. Aku ingin sekali memiliki putri yang sama cantik dan anggunnya seperti dirimu.” Sapa Jane.
Alisa tersipu malu, “Ah Nyonya bisa saja. Putri Nyonya pasti cantik dan anggun, bagaimana tidak, ibunya saja secantik ini.”
Jane pun tersenyum, ia merasa Alisa ini bukan hanya cantik dan anggun, tapi juga berbudi pekerti luhur, ia sangat sopan. Dan yang membuat Jane lebih salut lagi adalah, dia tahu Alisa dibesarkan oleh seorang ayah yang arogan, tidak begitu bertutur lembut. Tapi putrinya malah sebaliknya, mungkin gen yang diturunkan ibunya sangat kuat.
“Alisa, aku sedang ngidam. Apa kamu tidak keberatan kalau aku memintamu untuk mengelus perutku? Aku tahu ini sangat aneh, tapi entah kenapa rasanya ingin sekali perutku dielus oleh tanganmu.” Pinta Jane.
“Tentu saja boleh Nyonya. Ini tidak aneh kok, wajar saja kalau sedang mengidam itu. Semoga putri Nyonya menjadi putri yang baik, senantiasa membahagiakan orang-orang yang menyayanginya ya.” Ucap Alisa sambil mengelus-elus perut Jane.
“Terima kasih Alisa, terima kasih banyak. Oh iya, Alisa, apa kamu sakit? Wajahmu sangat pucat. Perasaan, tadi belum pucat seperti ini.” Ucap Jane.
Sebenarnya, Alisa pun merasa sedikit aneh. Kenapa tubuhnya tiba-tiba terasa pusing seperti ini. Alisa pun mengepalkan tangannya erat-erat ia mencoba untuk memulihkan kekuatan tubuhnya, jangan sampai jatuh pingsan.
“Sama-sama Nyonya. Aku tidak apa-apa, istirahat sebentar pun nanti akan………”
Belum sempat menyelesaikan kata-katanya, Alisa pun langsung jatuh pingsan. Gustav dan Edward yang berdiri di dekat Alisa, langsung panik. Agar tidak membuat pesta ini kacau, Gustav yang masih harus menyapa teman-temannya, menyuruh Edward untuk segera membawa Alisa ke salah satu vila milik Gustav yang tak jauh dari tempat ini.
“Edward, tolong bawa Alisa ke vilaku yang tak jauh dari sini. Vila yang saat itu dipakai untuk perayaan ulang tahun Alisa. Kamu masih ingat kan? Jangan lupa panggil dokter pribadku. Aku harus pergi lagi ke luar kota untuk meresmikan tambang baruku. Setelah pulih, tolong bawa ke rumah utamaku. Titip Alisa ya.” Ucap Gustav sambil memegangi Alisa. Betul, Gustav sudah begitu percaya pada Edward. Jadi, dia tidak perlu mencemaskan apa pun lagi.
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)