Jodoh Pilihan Ayah

0
(0)
Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!

Perkenalkan, namaku Desi. Saat ini, aku hampir berusia kepala tiga. Sejak menyelesaikan studi S2-ku pada 5 tahun yang lalu, aku disibukan pada pekerjaanku sebagai seorang pengacara. Orang-orang sering bilang, aku terlalu sibuk bekerja sampai lupa untuk menikah.

“Nak, ambil cuti gih, liburan sana, kamu terlalu sibuk bekerja. Apa gak capek cari uang terus tapi gak dinikmati hasilnya?” Tanya ayahku.

Aku selalu kesal jika terus dihadapkan dengan pertanyaan seperti in. Karena pada ujungnya, orang tuaku pasti akan menyuruhku untuk segera mencari jodohku.

Aku menjawabnya, “Yah, aku mau leha-leha di masa tuaku nanti. Jadi, enggak apa-apa berlelah-lelah hari ini, asalkan masa tuaku tenang, enak, kayak ayah sama ibu sekarang.”

Dan jawaban ibuku berikutnya membuatku terhenyak, “Nak, kami memang sangat bekerja keras dulu, tapi liat foto-foto di album kita, kita enggak pernah lupa meluangkan waktu untuk berlibur, untuk memanjakan diri. Masa muda itu harus dinikmati, apa enaknya menikmati kekayaan di masa tua? Badan udah gampang cape.”

Ayahku mulai menengahi aku dan ibuku yang sudah mulai menaikan nada bicara, “Sudah sudah, ayah cuma kasih saran aja. Ayah sama ibu gak pernah bahas soal menikah lagi, cuma pengen kamu bahagia, nikmatin waktu luang kamu.”

Aku terdiam sesaat. Apa yang dikatakan oleh orang tuaku memang ada benarnya juga. Entah apa yang merasukiku, aku tiba-tiba menjawab, “Masalah liburan oke, masalah jodoh, aku udah capek nyari, ayah sama ibu cariin jodoh aku aja. Aku yakin, pilihan orang tua pasti bagus.”

Kadang, bahkan sering aku merasa, parasku gak jelek-jelek banget, tapi kenapa rasanya sulit sekali mencari jodoh. Mungkin, karena aku yang terlalu sibuk, tak pernah benar-benar serius mencari tambatan hatiku.

Sudah dua bulan berlalu sejak percakapan hari itu. Saat ini, waktu menunjukkan pukul 10 malam. Aku di apartemenku baru saja ingin beristirahat, tiba-tiba ponselku berdering, aku melihat ayahku yang menghubungiku.

“Hallo Yah, ada apa?”

“Ada seseorang yang mau kenalan sama kamu. Besok pulang ke rumah ya?”

“Aku kasih jawabannya besok ya Yah.”

Aku segera mematikan telepon itu. Bukannya rasa antusias yang aku rasakan, melainkan rasa takut. Beragam rasa takut bermunculan di dalam benakku. Aku dan orang tuaku berada di kota yang sama, namun aku memutuskan untuk tinggal sendiri dengan alasan ingin lebih mandiri. Besok adalah hari Sabtu, biasanya memang menjadi jadwalku untuk pulang ke rumah. Tidak dengan kali ini, aku tidak ingin pulang.

Kebetulan hari Senin dan Selasa merupakan libur nasional. Aku semakin ketakutan saat melihat cerita-cerita sedih dari mereka yang dijodohkan di sebuah forum di internet.

Aku tak bisa tidur semalaman. Keesokan paginya, aku menelepon ayahku.

“Yah.”

“Iya nak?”

“Aku belum siap ketemu. Hari ini aku mau liburan ke Bali. Baru pulang nanti Rabu pagi.”

“Padahal ketemu aja dulu sebentar, kamu gak akan menyesal ayah jamin.”

“Enggak Yah.”

“Dia ibadahnya bagus lho, ayah …”

Aku segera mematikan teleponnya. Aku cepat-cepat berangkat ke bandara untuk mengejar waktu keberangkatanku.

***

Waktu terasa sangat cepat berlalu, hari rabu dini hari pun sudah tiba. Rasanya berat sekali untuk kembali ke rutinitasku. Sesampainya di bandara di kotaku, aku terkejut saat melihat wajah yang sangat familier di mataku, namun aku tak begitu mengingatnya.

Laki-laki itu tersenyum padaku, lalu menyapa, “Gimana Bu liburannya? Sombong banget gak mau temuin aku hahaha.”

Aku terkejut, “Deri?! Sejak kapan pulang ke Indonesia? Ya ampun kok gak ngabarin aku?”

Laki-laki itu adalah Deri. Teman masa kecilku yang pindah ke London saat ia lulus SMP bersama orang tuanya. Sebenarnya, bukan teman masa kecilku saja, melainkan pacarku juga saat SMP dulu.

“Aku ngabarin kamu, tapi lewat ayah kamu!” Ucap Deri.

Aku masih bingung. Akhirnya, aku ikut dengan Deri pulang ke rumah orang tuaku. Aku memutuskan untuk meliburkan diri hari ini. Sesampainya di rumah, Ayahku menyambutku lalu berkata, “Kamu kabur-kaburan ya, sampe yang mau kenalan sama kamu nyusul kamu ke bandara.”

“Ayah sih bilangnya mau ngenalin orang, kalau Deri kan bukan dikenalin lagi karena udah kenal.”

Hari ini, bagaikan reuni dadakan, kami pun menghabiskan waktu bersama seharian di rumah orang tuaku.

Ternyata, kedatangan Deri ke Indonesia memang khusus untuk bertemu denganku. Setelah tiga minggu berlalu, Deri sudah harus kembali ke London karena ia sudah bekerja di sana.

Sebelum pergi, Deri berkata padaku, “Aku udah cari tau tentang kamu dari ayah kamu dan teman-teman kamu. Aku gak maksa, tapi tolong pertimbangin ya, apa kamu sudi menemaniku seumur hidup aku? Aku janji gak akan aku tinggalin jauh-jauh lagi kayak pas SMP dulu.”

Aku terdiam beberapa saat, lalu menjawabnya, “So happy to hear that, tapi aku harus mikirin ini dulu ya.”

Deri tersenyum, “Aku ngerti, enggak apa-apa. Ambil waktu kamu, semoga kamu bisa yakin cintaku sama kamu masih sama kayak pas zaman cinta monyet dulu hahaha.”

Setelah Deri pergi, aku kembali ke rumah orang tuaku. Kemudian, aku mendengar cerita dari ayahku. Bagaimana ayahku berkomunikasi dengan Deri, mencari tahu kehidupan Deri di London seperti apa. Setelah yakin Deri masih tetap anak baik-baik seperti dulu, ayahku baru mau mempertemukanku dengan Deri, terlebih setelah Deri mengungkapkan maksudnya yang ingin mempersuntingku.

Tak berselang lama, aku memberi tahu Deri tentang isi hatiku.

Rasanya seperti kembali ke masa-masa SMP, hatiku yang sudah lama tidak merasakan cinta, akhirnya kembali berbunga-bunga. Sebulan kemudian, Deri dan keluarganya datang ke rumahku untuk melamarku. Hanya berselang tiga minggu, kami pun meresmikan pernikahan kami.

END

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)   

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 0 / 5. Vote count: 0

No votes so far! Be the first to rate this post.

Jodoh Pilihan Ayah

Jodoh Pilihan Ayah

Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!

Perkenalkan, namaku Desi. Saat ini, aku hampir berusia kepala tiga. Sejak menyelesaikan studi S2-ku pada 5 tahun yang lalu, aku disibukan pada pekerjaanku sebagai seorang pengacara. Orang-orang sering bilang, aku terlalu sibuk bekerja sampai lupa untuk menikah.

"Nak, ambil cuti gih, liburan sana, kamu terlalu sibuk bekerja. Apa gak capek cari uang terus tapi gak dinikmati hasilnya?" Tanya ayahku.

Aku selalu kesal jika terus dihadapkan dengan pertanyaan seperti in. Karena pada ujungnya, orang tuaku pasti akan menyuruhku untuk segera mencari jodohku.

Aku menjawabnya, "Yah, aku mau leha-leha di masa tuaku nanti. Jadi, enggak apa-apa berlelah-lelah hari ini, asalkan masa tuaku tenang, enak, kayak ayah sama ibu sekarang."

Dan jawaban ibuku berikutnya membuatku terhenyak, "Nak, kami memang sangat bekerja keras dulu, tapi liat foto-foto di album kita, kita enggak pernah lupa meluangkan waktu untuk berlibur, untuk memanjakan diri. Masa muda itu harus dinikmati, apa enaknya menikmati kekayaan di masa tua? Badan udah gampang cape."

Ayahku mulai menengahi aku dan ibuku yang sudah mulai menaikan nada bicara, "Sudah sudah, ayah cuma kasih saran aja. Ayah sama ibu gak pernah bahas soal menikah lagi, cuma pengen kamu bahagia, nikmatin waktu luang kamu."

Aku terdiam sesaat. Apa yang dikatakan oleh orang tuaku memang ada benarnya juga. Entah apa yang merasukiku, aku tiba-tiba menjawab, "Masalah liburan oke, masalah jodoh, aku udah capek nyari, ayah sama ibu cariin jodoh aku aja. Aku yakin, pilihan orang tua pasti bagus."

Kadang, bahkan sering aku merasa, parasku gak jelek-jelek banget, tapi kenapa rasanya sulit sekali mencari jodoh. Mungkin, karena aku yang terlalu sibuk, tak pernah benar-benar serius mencari tambatan hatiku.

Sudah dua bulan berlalu sejak percakapan hari itu. Saat ini, waktu menunjukkan pukul 10 malam. Aku di apartemenku baru saja ingin beristirahat, tiba-tiba ponselku berdering, aku melihat ayahku yang menghubungiku.

"Hallo Yah, ada apa?"

"Ada seseorang yang mau kenalan sama kamu. Besok pulang ke rumah ya?"

"Aku kasih jawabannya besok ya Yah."

Aku segera mematikan telepon itu. Bukannya rasa antusias yang aku rasakan, melainkan rasa takut. Beragam rasa takut bermunculan di dalam benakku. Aku dan orang tuaku berada di kota yang sama, namun aku memutuskan untuk tinggal sendiri dengan alasan ingin lebih mandiri. Besok adalah hari Sabtu, biasanya memang menjadi jadwalku untuk pulang ke rumah. Tidak dengan kali ini, aku tidak ingin pulang.

Kebetulan hari Senin dan Selasa merupakan libur nasional. Aku semakin ketakutan saat melihat cerita-cerita sedih dari mereka yang dijodohkan di sebuah forum di internet.

Aku tak bisa tidur semalaman. Keesokan paginya, aku menelepon ayahku.

"Yah."

"Iya nak?"

"Aku belum siap ketemu. Hari ini aku mau liburan ke Bali. Baru pulang nanti Rabu pagi."

"Padahal ketemu aja dulu sebentar, kamu gak akan menyesal ayah jamin."

"Enggak Yah."

"Dia ibadahnya bagus lho, ayah ..."

Aku segera mematikan teleponnya. Aku cepat-cepat berangkat ke bandara untuk mengejar waktu keberangkatanku.

***

Waktu terasa sangat cepat berlalu, hari rabu dini hari pun sudah tiba. Rasanya berat sekali untuk kembali ke rutinitasku. Sesampainya di bandara di kotaku, aku terkejut saat melihat wajah yang sangat familier di mataku, namun aku tak begitu mengingatnya.

Laki-laki itu tersenyum padaku, lalu menyapa, "Gimana Bu liburannya? Sombong banget gak mau temuin aku hahaha."

Aku terkejut, "Deri?! Sejak kapan pulang ke Indonesia? Ya ampun kok gak ngabarin aku?"

Laki-laki itu adalah Deri. Teman masa kecilku yang pindah ke London saat ia lulus SMP bersama orang tuanya. Sebenarnya, bukan teman masa kecilku saja, melainkan pacarku juga saat SMP dulu.

"Aku ngabarin kamu, tapi lewat ayah kamu!" Ucap Deri.

Aku masih bingung. Akhirnya, aku ikut dengan Deri pulang ke rumah orang tuaku. Aku memutuskan untuk meliburkan diri hari ini. Sesampainya di rumah, Ayahku menyambutku lalu berkata, "Kamu kabur-kaburan ya, sampe yang mau kenalan sama kamu nyusul kamu ke bandara."

"Ayah sih bilangnya mau ngenalin orang, kalau Deri kan bukan dikenalin lagi karena udah kenal."

Hari ini, bagaikan reuni dadakan, kami pun menghabiskan waktu bersama seharian di rumah orang tuaku.

Ternyata, kedatangan Deri ke Indonesia memang khusus untuk bertemu denganku. Setelah tiga minggu berlalu, Deri sudah harus kembali ke London karena ia sudah bekerja di sana.

Sebelum pergi, Deri berkata padaku, "Aku udah cari tau tentang kamu dari ayah kamu dan teman-teman kamu. Aku gak maksa, tapi tolong pertimbangin ya, apa kamu sudi menemaniku seumur hidup aku? Aku janji gak akan aku tinggalin jauh-jauh lagi kayak pas SMP dulu."

Aku terdiam beberapa saat, lalu menjawabnya, "So happy to hear that, tapi aku harus mikirin ini dulu ya."

Deri tersenyum, "Aku ngerti, enggak apa-apa. Ambil waktu kamu, semoga kamu bisa yakin cintaku sama kamu masih sama kayak pas zaman cinta monyet dulu hahaha."

Setelah Deri pergi, aku kembali ke rumah orang tuaku. Kemudian, aku mendengar cerita dari ayahku. Bagaimana ayahku berkomunikasi dengan Deri, mencari tahu kehidupan Deri di London seperti apa. Setelah yakin Deri masih tetap anak baik-baik seperti dulu, ayahku baru mau mempertemukanku dengan Deri, terlebih setelah Deri mengungkapkan maksudnya yang ingin mempersuntingku.

Tak berselang lama, aku memberi tahu Deri tentang isi hatiku.

Rasanya seperti kembali ke masa-masa SMP, hatiku yang sudah lama tidak merasakan cinta, akhirnya kembali berbunga-bunga. Sebulan kemudian, Deri dan keluarganya datang ke rumahku untuk melamarku. Hanya berselang tiga minggu, kami pun meresmikan pernikahan kami.

END

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)   

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya