Goodbye To The Old Me – Eps 11

1
(1)
Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!

Tak ada satu pun orang yang berlalu lalang di koridor lantai kamar ini. Waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Seharusnya, orang-orang sudah beristirahat. Yosias didorong mundur oleh staf hotel itu. Setelah staf hotel masuk dan mengunci pintu kamar, Yosias pun terjatuh dengan perut yang mengeluarkan darah. Yosias tak sempat berteriak minta tolong, staf hotel itu menusuknya secara tiba-tiba dan begitu rapi juga.

Fokus staf hotel langsung mengarah ke Alisa. Pria yang bertubuh tinggi dan mengenakan jas rapi ini langsung menggendong Alisa ke kamar mandi, dan meletakannya di atas bathtub. Pria itu menyalakan kran air untuk memenuhi bathtub. Seiring bertambahnya volume air, kesadaran Alisa pun berangsur-angsur pulih.

Tangan Alisa mulai meronta-ronta, “Siapa, kamu siapa?” Kesadarannya belum sepenuhnya pulih, tapi ia sudah mulai bisa membuka matanya walaupun sedikit. Alisa melihat bentuk wajah yang sangat familier di matanya. Pria itu adalah Freddy! Ya Freddy! Alisa yang masih setengah sadar langsung menitikan air mata. Freddy yang sangat panik melihat keadaan Alisa berangsur tenang saat Alisa mulai meresponsnya.

“Alisa, bangun, aku mohon bangun.” Rintih Freddy.

Freddy yang bertugas sebagai pelayan di pesta agung malam ini, mengetahui segala rencana yang dibicarakan Edward dan Yosias. Freddy tak bisa berdiam diri lagi kalau masalahnya sudah menyangkut wanita pujaan hatinya, Alisa. Sebenarnya, Freddy pun tahu pasti. Dengan aksinya saat ini pasti akan membahayakan nyawanya sendiri. Tapi, ia tak peduli. Keselamatan Alisa adalah nomor satu baginya. Freddy langsung bergegas mengikuti mobil Edward saat ia pergi membawa Alisa. Untungnya jarak hotel ini dari istana Negara hanya berjarak 2km. Jadi, ia masih bisa mengejar mobil Edward.

“Freddy…. Terima kasih banyak.” Tutur Alisa yang masih lemas.

Freddy menutup kran air, lalu mencoba mendudukan Alisa, “Alisa duduk sebentar ya, jangan banyak bergerak, aku mau mengambil air dulu.” Freddy bergegas mencari air minum di kamar hotel ini.

“Alisa, minum dulu ya. Pelan-pelan, kamu akan baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkan apa pun…. Kamu… Harus… Baik-baik saja…” Freddy tak bisa menahan tangis lagi. Entah apa yang dipikirkan olehnya, tapi ia menangis sesegukan seolah sudah terjadi sesuatu yang sangat menyakitkan baru saja menimpanya. 

“Alisa, jika saja aku terlahir kaya, aku pasti akan merebutmu dari Edward, aku akan melindungimu, menyayangimu, tidak akan ada seorang pun yang bisa menyakitimu. Maafkan ketidakberdayaanku Alisa. Huhuhu.” Tangisan Freddy tak bisa tertahankan lagi, ia menangis tersedu-sedu sambil memeluk Alisa.

Alisa yang sudah mulai pulih langsung memeluk erat Freddy. Kesadarannya sudah lebih stabil, “Freddy, bawa aku ke rumahmu. Semuanya akan baik-baik saja jika aku bersamamu.”

Freddy mengangguk, ia menyeka air matanya, “Baik, aku tidak takut lagi, kalaupun harus kehilangan nyawaku, aku tidak peduli. Yang paling penting, setidaknya aku sudah berusaha, berusaha membuatmu bahagia walaupun hanya sebentar.” 

Freddy menggendong Alisa keluar dari bathtub, ia mengambil handuk dan mulai mengeringkan tubuhnya. Freddy agak grogi, karena ini adalah kali pertamanya begitu dekat dengan tubuh wanita yang setengah telanjang, “Alisa, apa kamu bisa melakukannya sendiri? Maafkan aku tidak sopan.”

Alisa tersenyum, baginya, Freddy adalah pria tersopan yang pernah ia temui seumur hidupnya. 

“Alisa? Apa kamu masih pusing? A…” 

Freddy belum selesai berbicara, dan bibir lembut Alisa langsung menempel di bibir Freddy. 

“Terima kasih banyak Freddy. Aku masih sangat pusing, tolong pakaikan pakaianku, tidak apa-apa.” Ucap Alisa.

Freddy tertegun sambil memegangi bibirnya sendiri. Apa ini hanya mimpi? Wanita pujaannya menciumnya! 

“Freddy? Freddy!” Ucap Alisa sambil menyentuh pipi Freddy.

“M.. Ma.. Maaf Alisa, baik baik baik.” Freddy sangat gugup. Ia langsung mengelap tubuh Alisa, dan memakaikan gaun yang sudah dilepaskan Yosias tadi.

Sebelum beranjak pergi dari kamar ini, Freddy memastikan kondisi Yosias terlebih dahulu. Yosias tidak mati, ia hanya jatuh pingsan. Yosias memang bertubuh kekar, tapi nyalinya sangat ciut. Pisau yang ditancapkan Freddy tak sampai melukai ususnya. Mungkin hanya sekitar 1 cm saja lukanya. Freddy pun membersihkan luka di perut Yosias. Setelah yakin darahnya tidak mengalir lagi, Freddy pun menggendong Yosias, dan menidurkannya di atas tempat tidur, lalu menutupinya dengan selimut. Pisau lipat yang dipakai Freddy langsung disimpan di saku jasnya lagi.

Alisa sudah mulai bisa berjalan. Walaupun pelan, namun ia memilih untuk berjalan saja untuk mengurangi rasa curiga jika ada orang yang melihat mereka berdua. Untungnya, tidak ada seorang pun yang melihatnya, kecuali resepsionis yang masih berjaga. Freddy menghentikan angkutan umum semacam taksi. Mereka berdua langsung bergegas ke pinggiran kota di mana rumah Freddy berada. Untungnya, Freddy masih menyimpan uang upah yang diberikan penyelenggara pesta agung hari ini. Jadi, ia bisa tenang naik angkutan ini yang terkenal sangat mahal tarifnya. 

Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke rumah Freddy. Untuk menghilangkan jejak, Freddy sengaja turun agak jauh dari gang rumahnya. Saat akan memberikan uang kepada sopirnya, Alisa tiba-tiba menghalangi tangan Freddy, “Biar aku saja.” 

Freddy tetap memberikan uang miliknya, lalu turun dari mobil. Sembari menyusuri gang yang mengarah ke rumah Freddy, Freddy berkata, “Alisa, ini tugasku sebagai seorang pria. Kamu adalah tanggung jawabku selama bersamaku. Tolong jangan berbuat apa pun tanpa sepengetahuanku dan seizinku, aku takut terjadi sesuatu padamu.”

Alisa merasakan kehangatan yang luar biasa saat mendengar ucapan Freddy tadi. Seumur hidupnya, baru kali ini ia dilindungi oleh seorang pria. Alisa yakin, Freddy adalah pria yang baik. Bagaimana tidak, Freddy melihat dirinya telanjang bulat tadi, tapi sama sekali tak ada sentuhan nakal yang datang dari tangan Freddy. 

“Baik Freddy. Terima kasih banyak. Maaf merepotkanmu.” Tutur Alisa.

“Tidak ada merepotkan jika dilakukan untuk orang yang tercinta. Itu rumahku, maaf mungkin kamu tak terbiasa tinggal di gubuk seperti ini.” Ucap Freddy sambil menunjuk ke arah rumahnya.

Rumah Freddy sangat sederhana, hanya terdapat satu kamar, ruang tamu dan kamar mandi di dalamnya. Sejak neneknya meninggal, Freddy tinggal di rumah ini sendiri. Ibu Freddy sangat jarang mengunjunginya sejak pindah ke luar kota. Walaupun rumah sangat sederhana, namun Alisa malah merasa begitu aman, nyaman dan tentram saat berada di sini, dibandingkan saat ia berada di rumahnya yang begitu mewah itu.

Bersambung …

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami (Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD) 

Episode 10Episode 12 

Rate cerita ini yuk Kak!

Click on a star to rate it!

Average rating 1 / 5. Vote count: 1

No votes so far! Be the first to rate this post.

Goodbye To The Old Me – Eps 11

Goodbye To The Old Me – Eps 11

Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!

Tak ada satu pun orang yang berlalu lalang di koridor lantai kamar ini. Waktu sudah menunjukkan jam dua belas malam. Seharusnya, orang-orang sudah beristirahat. Yosias didorong mundur oleh staf hotel itu. Setelah staf hotel masuk dan mengunci pintu kamar, Yosias pun terjatuh dengan perut yang mengeluarkan darah. Yosias tak sempat berteriak minta tolong, staf hotel itu menusuknya secara tiba-tiba dan begitu rapi juga.

Fokus staf hotel langsung mengarah ke Alisa. Pria yang bertubuh tinggi dan mengenakan jas rapi ini langsung menggendong Alisa ke kamar mandi, dan meletakannya di atas bathtub. Pria itu menyalakan kran air untuk memenuhi bathtub. Seiring bertambahnya volume air, kesadaran Alisa pun berangsur-angsur pulih.

Tangan Alisa mulai meronta-ronta, “Siapa, kamu siapa?” Kesadarannya belum sepenuhnya pulih, tapi ia sudah mulai bisa membuka matanya walaupun sedikit. Alisa melihat bentuk wajah yang sangat familier di matanya. Pria itu adalah Freddy! Ya Freddy! Alisa yang masih setengah sadar langsung menitikan air mata. Freddy yang sangat panik melihat keadaan Alisa berangsur tenang saat Alisa mulai meresponsnya.

“Alisa, bangun, aku mohon bangun.” Rintih Freddy.

Freddy yang bertugas sebagai pelayan di pesta agung malam ini, mengetahui segala rencana yang dibicarakan Edward dan Yosias. Freddy tak bisa berdiam diri lagi kalau masalahnya sudah menyangkut wanita pujaan hatinya, Alisa. Sebenarnya, Freddy pun tahu pasti. Dengan aksinya saat ini pasti akan membahayakan nyawanya sendiri. Tapi, ia tak peduli. Keselamatan Alisa adalah nomor satu baginya. Freddy langsung bergegas mengikuti mobil Edward saat ia pergi membawa Alisa. Untungnya jarak hotel ini dari istana Negara hanya berjarak 2km. Jadi, ia masih bisa mengejar mobil Edward.

“Freddy…. Terima kasih banyak.” Tutur Alisa yang masih lemas.

Freddy menutup kran air, lalu mencoba mendudukan Alisa, “Alisa duduk sebentar ya, jangan banyak bergerak, aku mau mengambil air dulu.” Freddy bergegas mencari air minum di kamar hotel ini.

“Alisa, minum dulu ya. Pelan-pelan, kamu akan baik-baik saja. Tidak perlu mengkhawatirkan apa pun…. Kamu… Harus… Baik-baik saja…” Freddy tak bisa menahan tangis lagi. Entah apa yang dipikirkan olehnya, tapi ia menangis sesegukan seolah sudah terjadi sesuatu yang sangat menyakitkan baru saja menimpanya. 

“Alisa, jika saja aku terlahir kaya, aku pasti akan merebutmu dari Edward, aku akan melindungimu, menyayangimu, tidak akan ada seorang pun yang bisa menyakitimu. Maafkan ketidakberdayaanku Alisa. Huhuhu.” Tangisan Freddy tak bisa tertahankan lagi, ia menangis tersedu-sedu sambil memeluk Alisa.

Alisa yang sudah mulai pulih langsung memeluk erat Freddy. Kesadarannya sudah lebih stabil, “Freddy, bawa aku ke rumahmu. Semuanya akan baik-baik saja jika aku bersamamu.”

Freddy mengangguk, ia menyeka air matanya, “Baik, aku tidak takut lagi, kalaupun harus kehilangan nyawaku, aku tidak peduli. Yang paling penting, setidaknya aku sudah berusaha, berusaha membuatmu bahagia walaupun hanya sebentar.” 

Freddy menggendong Alisa keluar dari bathtub, ia mengambil handuk dan mulai mengeringkan tubuhnya. Freddy agak grogi, karena ini adalah kali pertamanya begitu dekat dengan tubuh wanita yang setengah telanjang, “Alisa, apa kamu bisa melakukannya sendiri? Maafkan aku tidak sopan.”

Alisa tersenyum, baginya, Freddy adalah pria tersopan yang pernah ia temui seumur hidupnya. 

“Alisa? Apa kamu masih pusing? A…” 

Freddy belum selesai berbicara, dan bibir lembut Alisa langsung menempel di bibir Freddy. 

“Terima kasih banyak Freddy. Aku masih sangat pusing, tolong pakaikan pakaianku, tidak apa-apa.” Ucap Alisa.

Freddy tertegun sambil memegangi bibirnya sendiri. Apa ini hanya mimpi? Wanita pujaannya menciumnya! 

“Freddy? Freddy!” Ucap Alisa sambil menyentuh pipi Freddy.

“M.. Ma.. Maaf Alisa, baik baik baik.” Freddy sangat gugup. Ia langsung mengelap tubuh Alisa, dan memakaikan gaun yang sudah dilepaskan Yosias tadi.

Sebelum beranjak pergi dari kamar ini, Freddy memastikan kondisi Yosias terlebih dahulu. Yosias tidak mati, ia hanya jatuh pingsan. Yosias memang bertubuh kekar, tapi nyalinya sangat ciut. Pisau yang ditancapkan Freddy tak sampai melukai ususnya. Mungkin hanya sekitar 1 cm saja lukanya. Freddy pun membersihkan luka di perut Yosias. Setelah yakin darahnya tidak mengalir lagi, Freddy pun menggendong Yosias, dan menidurkannya di atas tempat tidur, lalu menutupinya dengan selimut. Pisau lipat yang dipakai Freddy langsung disimpan di saku jasnya lagi.

Alisa sudah mulai bisa berjalan. Walaupun pelan, namun ia memilih untuk berjalan saja untuk mengurangi rasa curiga jika ada orang yang melihat mereka berdua. Untungnya, tidak ada seorang pun yang melihatnya, kecuali resepsionis yang masih berjaga. Freddy menghentikan angkutan umum semacam taksi. Mereka berdua langsung bergegas ke pinggiran kota di mana rumah Freddy berada. Untungnya, Freddy masih menyimpan uang upah yang diberikan penyelenggara pesta agung hari ini. Jadi, ia bisa tenang naik angkutan ini yang terkenal sangat mahal tarifnya. 

Butuh waktu sekitar 1 jam untuk sampai ke rumah Freddy. Untuk menghilangkan jejak, Freddy sengaja turun agak jauh dari gang rumahnya. Saat akan memberikan uang kepada sopirnya, Alisa tiba-tiba menghalangi tangan Freddy, “Biar aku saja.” 

Freddy tetap memberikan uang miliknya, lalu turun dari mobil. Sembari menyusuri gang yang mengarah ke rumah Freddy, Freddy berkata, “Alisa, ini tugasku sebagai seorang pria. Kamu adalah tanggung jawabku selama bersamaku. Tolong jangan berbuat apa pun tanpa sepengetahuanku dan seizinku, aku takut terjadi sesuatu padamu.”

Alisa merasakan kehangatan yang luar biasa saat mendengar ucapan Freddy tadi. Seumur hidupnya, baru kali ini ia dilindungi oleh seorang pria. Alisa yakin, Freddy adalah pria yang baik. Bagaimana tidak, Freddy melihat dirinya telanjang bulat tadi, tapi sama sekali tak ada sentuhan nakal yang datang dari tangan Freddy. 

“Baik Freddy. Terima kasih banyak. Maaf merepotkanmu.” Tutur Alisa.

“Tidak ada merepotkan jika dilakukan untuk orang yang tercinta. Itu rumahku, maaf mungkin kamu tak terbiasa tinggal di gubuk seperti ini.” Ucap Freddy sambil menunjuk ke arah rumahnya.

Rumah Freddy sangat sederhana, hanya terdapat satu kamar, ruang tamu dan kamar mandi di dalamnya. Sejak neneknya meninggal, Freddy tinggal di rumah ini sendiri. Ibu Freddy sangat jarang mengunjunginya sejak pindah ke luar kota. Walaupun rumah sangat sederhana, namun Alisa malah merasa begitu aman, nyaman dan tentram saat berada di sini, dibandingkan saat ia berada di rumahnya yang begitu mewah itu.

Bersambung ...

Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami (Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD) 

Episode 10 -- Episode 12 

Comment

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

Plugin Kapsule Corp

Options

not work with dark mode
Reset
Part of PT. King Alin Jaya