Hendra merasa heran, sebenarnya apa yang sedang direncanakan oleh Kenzo. Jelas-jelas PT. Mercy memiliki tim IT sendiri. Kenzo benar-benar tak membutuhkan jasa perusahaannya.
“Gue perlu…”
“Bilang aja, gak usah malu-malu hahaha ada apa sih? Jadi penasaran.” ucap Hendra.
“Gue tertarik sama salah satu staff data analyst di PT. Awnov. Denger-denger orangnya cekatan banget ya, selama kerja sama boleh enggak dia stay dulu di Mercy? Hehehe.” jawab Kenzo dengan sedikit malu-malu.
Sebenarnya Hendra mengerti maksud Kenzo. Kenzo sepertinya sedang tertarik kepada salah satu staffnya karena memang sedang tertarik soal perasaan bukan pekerjaannya.
Hendra tersenyum, “Biar gue tebak, pasti Dilla yak?” Hendra menepuk pundak Kenzo, “Udahlah, santai aja kalo sama gue. Gimana gimana, kenal di mana?”
“Ah elu, kenal dari temen. Iya betul Dilla. By the way, Dilla aslinya gimana sih?” tanya Kenzo.
Hendra terdiam sesaat, lalu menjawab, “Yang gue tau sih, dia pinter, anak orang kaya, kerja pun kayaknya cuma buat ngisi waktu dia aja. Gue pernah denger-denger, bapaknya udah ngasiin dua hotel keluarga buat dipegang sama si Dilla. Jadi, fair dong kalo gue bilang dia kerja cuma buat ngisi waktu aja?”
Kenzo mengerutkan keningnya, “Ya, masuk akal sih,” Kenzo berganti topik, “Oke deh, kita tentuin aja, kapan nih mau rapat bersamanya? Kita formalitas aja ya presentasi kayak biasanya, hasil akhir gue tetep jadi kok kerja samanya.”
“Tenang aja, kalaupun memang ada banyak pesaing, presentasi dari kami gak akan ngecewain PT. Mercy. Besok gimana?” tanya Hendra.
“Okay, I know you so well, junior ambis parah hahaha. Well, besok ya, jam 3 gue tunggu.” jawab Kenzo.
***
PT. Awnov.
Dilla yang baru saja kembali ke Indonesia dini hari ini, hampir saja terlambat datang ke kantor. Penerbangan pagi memang tak pernah bersahabat. Walaupun sempat tidur selama satu jam, tapi tetap tidak membuat Dilla mengantuk di kantor.
Jam istirahat makan siang pun tiba, Firda menghampiri Dilla yang sedang mencoba tidur tertelungkup di mejanya.
“Hai, Dilla, Pak Hendra manggil kamu tuh. Ditunggu ya, nanti jam istirahatnya ditambah kata Bapak.”
“Ada apa Kak Firda? Tumben banget. Aku ke sana deh, kok jadi degdegan gini ya.”
Firda tersenyum, “Aku juga enggak tau, tenang aja dulu. Aku pergi dulu ya.”
Rasa kantuk Dilla dalam sekejap langsung hilang, tak biasanya bosnya memanggilnya seperti ini. Bahkan, panggilan secara pribadi ini adalah pertama kali bagi dirinya juga.
Dilla mengetuk pintu ruangan kerja Hendra, “Permisi Pak, saya Dilla.”
Tak lama kemudian, terdengar suara dari dalam ruangan kantor itu, “Iya, silakan masuk Dilla.”
Hendra mempersilakan Dilla untuk duduk di sebrangnya.
“Dilla, PT. Mercy lagi cari developer, sekaligus butuh bantuan tenaga data analyst juga. Jam tiga sore ini kamu presentasi ya di sana? Maaf dadakan, undangannya dadakan juga soalnya.”
DEG!
Dilla bergumam dalam hatinya, ‘Kenapa harus hari ini? Kenapa harus dadakan? Badan lagi gak seger, kurang tidur, ya Tuhan. Mau nolak tapi ini bisa jadi kesempatan bagus huhuhu.’
Dilla menghela napas, lalu menjawab, “Baik Pak, tidak apa-apa. Kalau begitu, saya siapkan dulu materinya ya Pak.”
Hendra tersenyum, “Good, saya tahu kamu bisa diandalkan. Kamu istirahat saja dulu, materinya sudah siap. Ini flashdisknya.”
Dilla segera mengambil flashdisknya lalu berpamitan untuk istirahat makan siang.
Sambil duduk di kafetaria kantor, Dilla terus memikirkan kenapa dirinya tiba-tiba dipilih untuk presentasi kerja sama itu. Tidak mungkin juga proyek seperti ini diumumkan secara mendadak.
Saat sedang melamun, Lastri kebetulan melihat Dilla duduk sendirian sambil minum kopi. Lastri langsung mengejutkan Dilla yang sedang melamun, “Hei cewek, ngelamun aja sih. Kenapa kenapa, sini cerita!”
“Pak Hendra tiba-tiba nyuruh gue presentasi di Mercy. Aneh, dadakan banget. Hari ini mana masih jetlag, aduh gak ngerti lagi deh.” terang Dilla.
Lastri langsung heboh, “Hah, Mercy? PT. Mercy yang CEO-nya ganteng itu? Aduh duh duh, kok bukan gue aja sih yang ditunjuk ya Tuhan.”
Kedatangan Lastri sedikit menghibur Dilla yang lesu, “Yeuh, giliran cogan aja langsung ribut. Mana gue tau, ansos banget gue kerja mulu hahaha.”
Lastri menenangkan Dilla, “Udah ya, tenang aja, lo pinter, lo bisa, Dilla jia you!!!”
Obrolan singkat selama istirahat makan siang itu pun berhasil membangkitkan semangat Dilla. Tubuhnya terasa lebih segar dibandingkan tadi. Mungkin karena segelas kopi dan kehadiran Lastri ini yang membuat dirinya lebih bersemangat.
Gedung Awnov tidak jauh dari Gedung Mercy, hanya membutuhkan waktu sekitar sepuluh menit saja untuk sampai ke sana dengan mengendarai mobil. Saat ini, waktu sudah menunjukkan pukul 14.30. Dilla tidak ingin datang terlalu mepet, oleh karena itu ia berpamitan pada Manager di divisinya untuk berangkat lebih awal. Dilla pergi menuju Gedung Mercy naik mobilnya sendiri.
Gedung Mercy
Setelah memarkirkan mobilnya, Dilla sampai di lantai 1 Gedung Mercy. Namun, begitu sampai di sana, ia melihat pemandangan yang membuatnya agak geli.
Kenzo, pria hari itu sedang berpelukan dengan seorang perempuan. Parahnya, mereka berpelukan di kantor, di tempat umum!
Kenzo menyadari kehadiran Dilla. Saat ingin mengejar Dilla, Dilla sudah terlanjur naik lift.
“Dilla, tunggu!”
*********************************
Bersambung…
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)