Eps 6 : Cinta Tak Mengenal Status Sosial
Bibi Ana hanya tersenyum lalu pergi meninggalkan kamar Alisa. Bibi Ana sangat bahagia begitu melihat Alisa tersenyum, entah jatuh cinta kepada siapa, yang pasti Bibi Ana sangat bahagia melihat Alisa seperti ini, walaupun Bibi Ana tahu, kemungkinan Alisa bisa lepas dari Edward sangatlah kecil.
Keesokan paginya, memanfaatkan keadaan Ayahnya yang sudah pergi ke luar kota, Alisa ikut Bibi Ana ke pasar. Biasanya, Alisa keluar hanya untuk pergi berlatih piano dan jika ada acara amal saja. Kehidupan Alisa terlihat sangat menyenangkan, namun baginya lebih terasa seperti hidup dalam penjara. Ayah Alisa, Gustav tidak pernah membiarkan Alisa pergi bebas bermain di luar sejak umur Alisa 7 tahun. Saat itu Alisa sedang bermain di luar, tiba-tiba terdengar suara teriakan Alisa. Semua pengawal, bibi Ana, dan ayahnya panik begitu mendengarnya, mereka langsung keluar. Mereka semua terhenyak begitu melihat 6 pengawal yang mengawasi Alisa saat bermain tewas dipenggal, dan sosok Alisa sudah hilang saat itu.
Setelah melakukan pencarian kesana kemari, tiba-tiba datang sebuah surat kaleng yang dilemparkan ke jendela kamar ayahnya. Surat itu berisi:
“Gustav, kamu selalu merasa kamu adalah orang yang paling kuat dan berkuasa. Bagaimana rasanya sekarang kehilangan anak tercintamu? Sakit bukan? Ya itulah yang aku rasakan dulu. aku yang sedang berjaya saat itu, dan kamu ingin menjatuhkanku. Kamu bunuh anak semata wayangku, hanya untuk membuatku hancur. Kamu harus merasakan apa yang aku rasakan Gustav.”
Surat ini dibacakan oleh salah satu pengawal Gustav. Gustav jelas tidak mau membacanya sendiri, dia takut diselipkan sesuatu di antara lipatan kertas itu. Entah racun ataupun hewan berbisa.
Begitu mendengar kata “Berjaya” dan kalimat “Membunuh anak semata wayangnya” Gustav langsung tahu siapa yang mengirimkan surat ini, sekaligus orang yang sudah menculik Alisa.
“Petrus, sialan kamu Petrus! Aku tahu semua ini ulah kamu Petrus! AAAAAAAA.” teriak gustaf sambil menggebrak meja.
Petrus adalah salah satu sahabat Gustav dulu. Sebenarnya bukan sepenuhnya salah Gustav membunuh anaknya. Di negara ini, persaingan para pengusaha sangat ketat. Saat itu, Petrus mencoba menjatuhkan Gustav dengan cara membunuh istrinya. Akan tetapi percobaan itu gagal, setelah Gustav dan para pengawalnya berhasil menemukan istrinya yang disekap di sebuah gua. Gustav yang marah langsung pergi ke rumah Petrus dan langsung mengarahkan pistolnya ke arah kepala Petrus. Namun nasib naas terjadi, peluru ini malah bersarang di kepala anak Petrus yang masih berusia 2 tahun. Anak yang baru bisa belajar berjalan ini berlari memeluk ayahnya yang sedang berjongkok bermain dengannya. Sejak saat itu, kehidupan Petrus berantakan sampai ia kehilangan seluruh hartanya habis karena dirinya dinyatakan gangguan jiwa. Setelah kesehatan mental Petrus membaik, Petrus langsung bergabung dengan anggota mafia di kota Zuhra.
Setelah membaca surat itu, Gustav dan pengawalnya langsung bergegas pergi ke gua milik Petrus dulu. Benar saja, ternyata Alyssa discovery sana. Dalam keadaan yang sangat kurus, ternyata Alisa tidak diberi makan selama seminggu. Petrus ingin membunuh Alisa dengan membiarkannya kelaparan. Kejam sekali. Namun, tidak melakukan pembalasan apapun karena ia tidak ingin ada kekacauan lainnya.
Kembali ke hari ini, Alisa sangat senang sekali bisa ikut Bibi Ana ke pasar. terakhir kali Alisa ke pasar mungkin sudah 3 sampai 4 bulan yang lalu. Saat ayahnya pergi, kekuatan di rumah ini ada di tangan Alisa. Jadi, para pengawal di rumahnya, sangat kesulitan melarang Alisa. Mereka lebih baik pasrah, berdandan seperti seorang jelata, dan mengikuti bibi Ana dan Alisa ke pasar. Alyssa pun tidak menggunakan pakaian yang mencolok, ia bahkan beria sampai ia tidak terlihat seperti seorang Alisa anak dari Gustav.
“Bibi, Bibi aku senang sekali. Terima kasih ya Bi sudah mau mengizinkanku ikut ke pasar.” Ucap Alisa yang kegirangan sambil menggandeng tangan bibi Ana.
“Bibi bahagia kamu senang. Tapi jangan berisik ya, saat di pasar panggil bibi, “mama” saja agar orang-orang tidak curiga ini kamu.” Bisik bibi Ana.
Tanpa rasa tiba-tiba Alisa menitikkan air mata haru.
“Baik Ma.” Ucap Alisa.
“Kok menangis? Bibi salah ya? Yasudah panggil bibi saja sudah cukup, tapi pelankan suaramu ya Non.” Ucap bibi Ana yang terlihat sedikit khawatir.
“Tidak Ma, aku hanya terharu. Aku sayang Mama. Panggil aku Lili saja ya di sini.” Pinta Alisa.
Bibi Ana menganggukkan kepalanya. Tempat pertama yang mereka datangi adalah kios beras. Kaget bukan main, Alisa terkejut melihat penjaga kios ini ternyata Freddy.
“Freddy!” Teriak Alisa lalu langsung menutup mulutnya.
“Eh? Siapa kamu? Apa kamu mengenalku?” Tanya Freddy bingung.
Alisa terkejut kenapa dirinya bisa langsung reflek memanggilnya. Untungnya, Freddy tidak bisa mengenali wanita ini adalah Alisa. Karena penampulan Alisa hari ini terlihat agak dekil, ia benar-benar berhasil mengelabuhi orang-orang.
“Oh, a..a..ku sering melewati sekolah piano. Semua orang memanggilmu Freddy, dan aku sangat mengagumimu setiap kali mendengar suara piano indah terdengar dari sekolah itu. Bisa dibilang aku ini adalah penggemarmu.” Ucap Alisa yang berusaha keras memadamkan rasa senangnya bisa bertemu Freddy, walaupun dalam keadaan ia menyamar.
Bagian yang hanya melewati sekolah itu memang bohong, tapi bagian mengagumi bisa dipastikan benar adanya. Rasanya, sangat bahagia walaupun tidak berbincang dengannya, hanya mendengar suaranya saja.
Setelah selesai membeli barang kebutuhannya, Alisa dan bibi Ana pulang ke rumah. Begitu sampai di rumah, Alisa langsung mandi dan membersihkan riasannya.
Keesokan paginya, Alisa membantu bibi Ana yang sedang memasak sarapan untuknya.
“Aduh Non, tidak usah membantu bibi di sini. Tidak elok dilihatnya.” Ucap bibi Ana.
“Bibi apa sih, aku mau di sini saja. Aku juga mau cerita sama Bibi.” Ucap Alisa dengan wajah sedikit memelas.
“Baiklah, cerita apa?” Tanya Bibi.
“Bibi masih ingat pedagang beras yang ku sapa “Freddy” kemarin?” Tanya Alisa.
Bibi Ana mengerutkan kening, “Hmm, bibi ingat-ingat dulu ya. Oh bibi masih ingat. Kenapa dia?”
Alisa tersenyum malu-malu, “Dia ini, orang yang sedang aku sukai itu Bi!”
Bibi Ana kaget sekaligus terharu, Alisa benar-benar sangat jernih dan polos. Dia bisa menyukai orang yang jelas memiliki status sosial berbeda dengannya.
Bibi Ana tidak langsung menjawabnya, ia hanya membalas Alisa dengan senyuman saja.
“Freddy itu pelatih pianoku! Dia adalah seorang pekerja keras, semua pekerjaan ia lakukan demi menutupi kebutuhannya.” Lanjut Alisa.
“Jangan terlalu kencang suaranya Non, orang-orang di sini bisa melaporkan hal ini ke tuan besar. Bibi mendukungmu, berdoa saja semoga takdir bisa membuat kalian bersama.” Ucap bibi Ana dengan lembut.
Terlihat jelas kebahagiaan di mata Alisa. Alisa senang masih ada orang yang mau mendukungnya. Padahal awalnya Alisa merasa, bibi Ana akan langsung menentangnya begitu tahu status sosial Freddy.
*******
Bersambung…
Update setiap hari Senin ya teman-teman.
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)