Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
Perkenalkan, namaku Dito. Saat ini, aku berusia tujuh belas tahun, duduk di bangku kelas 3 SMA. Aku tinggal di daerah pedesaan yang masih jauh dari kata modern. Nama daerahku sebut saja dusun X, terletak di kota J. Perlu waktu sekitar 1-2 jam untuk sampai di pusat kota. Bayangan pusat kota pun jangan terlalu jauh, karena kota kami hanyalah kota kecil yang terletak di daerah pegunungan. Seumur aku hidup di daerah ini, baru kali ini akan dibangun pasar di daerahku ini. Karena sejak dulu, orang-orang selalu pergi ke pusat kota untuk berbelanja kebutuhan rumah.
Rasanya, lega sekali akhirnya akan ada pasar di daerah rumahku. Emak tidak perlu capek-capek pergi ke pusat kota lagi untuk belanja. Minggu ini, sekolah masih libur kenaikan kelas.
“Mas, temenin adek ke lapang yuk. Mau lihat mobil-mobil raksasa yang warna kuning.” ajak adikku.
“Emang ada apa Dek di lapang?” tanyaku.
Emakku yang sedang menjajakan sayuran dagangannya, menyahutku, “Itu lho Mas, hari ini peletakan batu pertama. Ada bapak bupati juga datang, banyak yang dagang makanan dan mainan juga. Ajak adekmu gih, kasian selama liburan enggak kemana-mana.”
Aku yang sedang membaca buku latihan ujian nasional, agak kesal diganggu seperti ini. Akan tetapi, mana tega aku membiarkan adik kecilku, yang masih berusia 8 tahun ini pergi sendirian ke tempat ramai seperti itu.
“Yee, Mak, aku boleh beli mainan gak? Aku ada uang sepuluh ribu.”
Emak tersenyum, kemudian merogoh uang dari sakunya, “Boleh dong. Nih, dua puluh ribu, buat berdua ya sama Mas.”
Senang sekali kalau sudah dikasih uang. Bagaimana tidak, selama liburan kan uang jajan ikut libur juga hehe. Aku pun beranjak pergi ke lapang yang akan dibangun pasar. Sepanjang jalan, adikku yang bawel ini terus menceritakan mobil-mobil raksasa itu. Adikku memang sangat menyukai mainan mobil, ia mempunyai hampir semua jenis mobil, dalam bentuk mainan tentunya.
Lapang itu tak berjarak jauh dari rumahku, saat aku dan adikku, Desta, hampir sampai di tempat orang-orang berkerumun, Desta tiba-tiba berkata, “Mas, aku mual Mas. Kita lihat bentar, terus pulang lagi aja yah.”
Aku terkejut bukan main. Kenapa wajah adikku tiba-tiba pucat seperti itu… Seolah… Sudah jatuh sakit selama berhari-hari. Karena sudah terlanjur sampai, aku segera menggendong adikku untuk melihat prosesi peletakan batu pertama, lalu pergi lagi setelah itu.
Namun, saat sampai, Desta menangis histeris, “MAS PULANG SEKARANG JUGA! MONSTER! MONSTER ITU MAS! ALLAH….”
Desta jatuh pingsan. Aku segera berlari kembali ke rumah. Bapakku yang baru saja pulang dari sawah, segera memanggil pak mantri saat melihat keadaan Desta.
Setelah selesai memeriksa Desta, pak mantri berkata pada kami bertiga, “Bu, Pak, saya mau tanya. Apa Ibu Bapak punya jimat penjaga?”
Bapakku tertegun, lalu menjawab, “Bukan jimat, tapi warisan dari leluhur. Konon katanya, garis keturunan dari kakek saya, semuanya dilindungi oleh makhluk sejenis harimau,” bapak menunduk, lalu melanjutkan, “memangnya ada apa Pak?”
Pak mantri yang bernama Pak Sugeng ini memang bisa melihat makhluk astral juga. Jadi, beliau bisa mengobati secara ilmiah sekaligus dari dalam juga.
“Anak Ibu Bapak ini sangat istimewa, sangat kuat, mungkin tadi bertemu dengan makhluk yang ingin mencelakakan, tapi anak ibu tidak kenapa-kenapa karena pelindungnya yang kuat. Makanya efeknya cuma pingsan aja, gak sampai mengancam nyawa ….”
Lapangan yang dijadikan lokasi pasar memang terkenal agak angker. Jadi, emak dan bapak tak ambil pusing. Hal ini memang wajar saja terjadi. Manusia dan makhluk halus memang hidup berdampingan. Harus saling menghargai, tak saling mengusik. Keadaan Desta pun tak parah, ia sudah bisa bermain lagi pada sore harinya.
***
Satu bulan berlalu, pembangunan pasar sudah hampir rampung. Wajar saja cepat, pasar yang dibangun benar-benar pasar sederhana.
Suatu sore, aku sedang berjalan kaki pulang dari sekolah menuju rumah. Kebetulan sekali, aku melewati rumah tetanggaku di mana Desta sering bermain dengan anaknya. Samar-samar, aku mendengar percakapan Desta dan temannya, Adi.
Desta: “Di, aku ini takut banget ke pasar. Pas lg ada truk gede dulu, aku liat manusia tinggi, wajahnya serem banget lidah sama matanya panjang.”
Aku heran, Desta mau menceritakan apa yang ia lihat pada temannya, tapi pada keluarganya sendiri tak mau. Mungkin karena bapak sering menganggap Desta hanya berkhayal saja.
Aku tak begitu memedulikan obrolan mereka lagi. Aku segera pulang karena sudah sangat kelelahan setelah seharian di sekolah.
Baru saja merebahkan tubuhku di sofa, tiba-tiba terdengar suara pengumuman dari masjid, “Innalillahi wa innalillahi rooji’un, telah berpulang ke rahmatullah, Bapak Tono selaku Kepala Dusun kita semua ….”
“Lho, tadi siang masih ngobrol lho sama bapak. Innalillahi, Ya Allah, umur gak ada yang tau.” ucap Bapak sambil memijit pelipisnya. Pak Tono adalah sahabat Bapak sejak kecil. Mereka sudah tumbuh bersama sedari kecil.
Tiga hari berlalu sejak kepergian Pak Tono. Pagi ini, hari Minggu, aku hanya diam di rumah membantu ibuku berjualan. Ibu-ibu di sekitar rumahku memang senang bergosip, kebetulan sekali pusat bergosip mereka adalah rumahku, tepatnya saat mereka sedang membeli sayuran di rumahku.
Aku mendengar salah satu ibu-ibu berkata, “Eh, udah denger belum, katanya si Pak Tono itu meninggal abis nengok proyek pasar.”
Lalu terdengar respons yang lain, “Iya Bu bener, katanya sih abis liat yang serem serem.”
“Iya iya, katanya liat setan yang mata sama lidahnya panjang banget, udah gitu ….”
*****
Bersambung…
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)