Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
Bapakku segera membacakan doa untuk memulihkan keadaan Dodo. Dan keadaan Dodo pun perlahan membaik, kesadarannya secara perlahan mulai pulih.
Saat Dodo bangun, yang pertama ia katakan adalah, “Makasih Dit, kalo gak ada kamu, aku udah lewat ini!”
“Berarti aku gak ngekhayal, aku liat kamu dibawa pergi sama nenek-nenek tua naik delman.” jawabku.
“Ya Allah, Astagfirullah.” sahut Pak Sugeng.
Ayah Dodo segera bereaksi, “Ada apa sebenarnya ini? Kenapa anak saya bisa seperti ini?”
Pak Sugeng terdiam sejenak, lalu menjawab, “Mohon maaf sebelumnya, dugaan saya berarti benar. Anak bapak hampir aja jadi korban tumbal. Untung nak Dodo kuat dari luar dan dalam.”
“Bukan karena kekuatan saja aja Pak. Selama saya gak sadar tadi, saya mimpi diculik sama nenek-nenek yang mukanya ancur,” Dodo terdiam, seolah tak kuat mengatakan apa yang ia impikan barusan, “mata sama lidahnya panjang. Untung ada Dito, Dito tarik saya, sampe tangan Dito juga ikut luka kena cakar makhluk itu.”
Aku segera mengulurkan tanganku, “Iya, untungnya lukanya nggak dalam.”
Pak Sugeng meraih tanganku, lalu membacakan doa-doa. Aneh tapi ajaib, tanganku terasa sangat sakit sekali saat dipegang oleh Pak Sugeng.
Setelah selesai dibacakan doa, Dodo segera kembali ke kamarnya. Sedangkan aku, masih diam di ruang tamu, bersama ayah Dodo, Pak Sugeng dan bapakku.
Bapak berkata, “Ini baiknya seperti apa ya? Saya takut menyasar orang lain tumbalnya.”
Para bapak-bapak ini memikirkan solusi yang baik untuk masalah ini. Karena masalah dunia astral ini sangat sensitif, tidak boleh gegabah karena bisa menimbulkan fitnah.
Karena suasana yang masih saja sunyi, aku pun mengatakan apa yang selama ini bersarang di benakku, “Bapak-bapak, sebenarnya ada sesuatu yang terus mengganggu pikiran saya tentang hal ini.”
Pak Sugeng menoleh ke arahku, “Bicarakan saja di sini.”
“Maaf sebelumnya kalau terkesan ngablu dan berlebihan. Apa yang saya katakan ini bener-bener sesuai apa yang saya dengar. Beberapa waktu lalu, saya denger-denger Almarhum Pak Tono melihat sosok yang mirip dengan apa yang saya lihat di mimpi, sosok yang bawa Dodo pergi naik delman.”
“Hah? Lanjutin.” ucap ayah Dodo.
“Terus, waktu pulang sekolah minggu lalu, saya juga denger Desta nyeritain apa yang dia liat waktu peletakan batu pertama dulu. Dan sosoknya sama kayak yang saya lihat juga. Keadaan Desta sesaat setelah melihat makhluk itu juga hampir sama dengan Dodo.”
“Udah, gak beres ini!” ucap bapakku.
Pak Sugeng segera menenangkan bapak dan ayah Dodo yang mulai panik.
“Waktu di pesantren dulu, saya diajarin satu doa buat tolak bala semacam tumbal. Kita gak boleh suudzon dulu. Sekarang, yang paling penting kita doa bersama.”
Ayah Dodo dan bapak mengangguk. Lalu, Pak Sugeng pun melanjutkan, “Pak, boleh minta kertas sama pulpen? Mau saya tulisin doanya.”
Setelah Pak Sugeng selesai menyalin bacaan doa di kertas, kami berempat pun pergi untuk mengambil wudhu. Saat itu juga, kami langsung membaca doanya bersama. Tak begitu panjang, hanya membutuhkan waktu dua puluh menit untuk menyelesaikan bacaan doanya.
Baru saja selesai membaca doanya, tiba-tiba terdengar pengumuman dari speaker masjid, “Assalamualaikum. Rumah Pak Sutomo kebakaran. Para warga harap segera membantu memadamkan rumahnya sambil menunggu pemadam kebakaran sampai. Sekali lagi ….”
Kami berempat segera pergi untuk membantu memadamkan api yang membakar rumah Pak Dede. Namun, hal yang tak terdua pun terjadi. Aku melihat Pak Dede sedang meraung-raung di luar rumahnya, sambil berteriak, “Dodo, gara-gara kamu saya yang dibawa, gara-gara kamu peliharaanku mati! Arghhhh!”
Kami semua masih tak mengerti apa yang dimaksud oleh Pak Dede. Sampai akhirnya… Pak Dede mengeluarkan seikat lembaran foto yang sudah diikat dengan karet gelang. Aku segera menghampiri Pak Dede, membuka ikatan karet gelang itu.
Astagfirullah, ada foto Pak Tono, Dodo, juga DESTA ADIKKU! Total ada dua puluh foto. Hampir semua orang di foto itu adalah warga di desa kami. Ternyata, Pak Dede, sosok tertutup, seorang guru ini ternyata seorang dukun. Dukun yang dibayar oleh kontraktor yang membangun pasar.
“Istigfar pak, masih ada waktu.” ucap Pak Sugeng.
“Tidak! Sampai mati, tidak akan! Saya puas bisa kaya dari bunuh kalian!”
Duar! Pak Dede pun tersambar petir sampai meninggal dunia…
Sejak hari itu… Keadaan di dusun kami semakin tentram, selama beberapa waktu ini juga, kami mulai lebih sering mengadakan kegiatan keagamaan.
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)