Vero memutuskan untuk tinggal di Bali selama seminggu ini. Walaupun ia menginap di sebuah hotel yang sangat strategis tepat di pinggir pantai dan nyaman, tetapi waktunya lebih banyak dihabiskan di tempat yang akan menjadi cafe miliknya.
Setelah tiga hari berlalu dengan kesibukannya, Vero baru teringat akan paspornya yang hilang.
Vero menelepon ayahnya yang sedang berada di Rusia, “Halo, Pah.”
Ayah Vero bisa merasakan rasa sedih dari suara putri semata wayangnya itu, “Halo sayang, ada apa tumben telepon jam segini? Di Indonesia udah malam ‘kan?”
“Bulan depan aku belum tentu bisa kunjungin Papah,” ucap lirih Vero.
“Loh kenapa Nak? Tiket pesawat bukannya udah beli ya?”
“Paspor aku ilang, teledor banget aku, maafin aku ya. Aku takut gak keburu ngurusin paspor baru,” ucap Vero.
Ayah Vero menghela napas lega, ia bersyukur tidak ada hal besar yang terjadi.
“Vero sayang, itu mah gampang atuh. Kamu urusin ke kantor imigrasi aja. Gini deh, jangan dibawa stress, bisa tepat waktu diurusin berangkat, gak keburu juga gak apa-apa, bisa nanti-nanti lagi. Papah tau banget, kamu lagi sibuk banget, fokus satu-satu beresin, baru mikirin yang lain,” ucap ayah Vero.
“Papah emang paling pengertian, makasih banyak ya Pah. Aku cuma mau kabarin itu aja sih, Papah apa kabar?” tanya Vero.
“Papah baik-baik aja, kamu gimana kabarnya?”
“Baik-baik juga Pah, aku kangen banget. Semenjak kepergian mama, rasanya hampa banget hidup aku,” keluh Vero.
Ayah Vero yang sudah bekerja di Rusia sejak Vero kecil, merasa sangat bersalah. Ia sangat jarang mengunjungi anak dan istrinya, paling hanya 5 bulan sekali pulang mengunjungi mereka.
“Maafin papah ya Nak, sebentar lagi papah pensiun, kita kumpul bareng lagi ya di Indonesia. Kamu gak akan sendirian lagi, ada papah.”
“Iya gak apa-apa Pah, sekarang Papah istirahat ya. Aku juga mau istirahat, di sini udah jam 10 malam.”
Setelah selesai menelepon ayahnya, Vero segera merapikan kasurnya dan bersiap untuk tidur, Vero menerima sebuah telepon dari nomor asing yang tak ada di kontaknya. Vero langsung mengangkat telepon itu, tanpa berpikir banyak.
“Halo, dengan Veronica Lie?” Terdengar suara seorang pria yang sebenarnya agak familier di telinga Vero.
“Maaf dengan siapa? Ada keperluan apa ya?” tanya Vero, tak ingin langsung mengkonfirmasi masalah nama lengkapnya.
“Saya nemu paspor atas nama Veronica Lie, di belakang paspornya ada nomor telepon ini,” ucap pria misterius itu.
Pas sekali, Veronica benar-benar merasa sangat bersyukur. Dirinya tak perlu memedulikan masalah paspor lagi.
“Oh iya Mas, paspor saya itu. Makasih banyak ya udah simpen, oh iya, Mas nemu di mana?” tanya Vero.
Pria itu langsung berkata, “Panggil aja saya Eas, saya nemu paspor kamu di airport sekitar 3 atau 4 hari yang lalu. Mau langsung telepon, tapi saya baru ada waktu luang sekarang. Dan saya juga lagi gak di Jakarta sekarang.”
Pikiran Vero kembali berkecamuk, bagaimana kalau penemu paspornya itu sedang berada di luar negeri?
Tak ingin overthinking, Vero langsung bertanya, “Emang Eas di mana sekarang?”
“Saya lagi ada di Bali, lagi ambil short holiday. Jadi, kemungkinan baru bisa balikin paspornya minggu depan,” jawab Eas.
Vero sangat ingin berterima kasih kepada orang yang sudah menemukan paspornya. Ia ingin berterima kasih dengan cara mentraktirnya. Namun, Vero masih mempertimbangkan hal ini, ia agak takut untuk bertemu dengan orang baru.
“Baiklah, makasih banyak ya. Saya hubungi lagi nanti,” ucap Vero.
***
Hotel Paradise, tempat Eas menginap
“Paspor siapa itu?” tanya asisten Eas, Darel.
“Empat hari yang lalu nemu di airport. Dari foto paspornya aja cantik banget, apalagi aslinya?” jawab Eas.
Darel agak heran dengan jawaban Eas, ia bertanya lagi, “Hah? Maksudnya apa?”
“Orang kan gitu, di foto ktp atau paspor biasanya lebih jelek, padahal aslinya lebih cakep gitu, makanya niat banget gue telepon ini cewek. Sekalian pengen kenalan gitu. Tadi udah telepon, tapi gak ada tanda-tanda ngajak ketemu,” jawab Eas.
“Yeuh dasar, cepat atau lambat pasti ketemu, cuma, jangan diapa-apain ya anak orang hahahaha,” gurau Darel.
Episode 1 — Episode 3 (Coming soon)