Sebelum baca, ayo like halaman facebook dan subscribe youtube kami agar tidak ketinggalan info update!!
2018~
Pepatah mengatakan, usaha tak akan mengkhianati hasil. Namun, faktanya ada beberapa kegagalan yang memang harus terjadi karena Tuhan tahu mana yang lebih baik bagi hambaNya.
Ahmad, seorang siswa kelas 3 SMA di salah satu SMA favorit di kota J. Walaupun kota J terbilang cukup jauh dari ibukota, dengan fasilitas sekolah yang seadanya, akan tetapi prestasi dari para pelajar di Kota J ini sangat layak mendapatkan acungan jempol.
Ahmad adalah pemenang olimpiade sains tingkat international yang diselenggarakan di London pada tahun lalu. Ahmad berasal dari keluarga petani yang memiliki tingkat perekonomian pas-pasan. Tepat 2 bulan menuju ujian nasional, Ahmad dan teman-temannya sering belajar bersama.
Suatu siang, saat waktu istirahat tiba, sahabat Ahmad, Andi, bertanya pada Ahmad, “Mad, udah nentuin mau pilih jurusan apa buat kuliah nanti?”
Ahmad agak terdiam saat mendengarkan pertanyaan itu. Kemarin malam, Ahmad mendengar bapaknya sendiri berkata, “Kalau gak masuk negeri, kamu kerja aja dulu ya. Bapak terus terang aja gak sanggup kalau harus kuliah ke swasta.”
Setelah beberapa detik berlalu, Ahmad pun menjawab, “Maunya kedokteran. Dokter di kota kita masih dikit banget, rumah sakit sering kewalahan karena dokternya yang sedikit, tapi,” Ahmad menghela napas berat, “Kalo masuk negeri itu juga. Denger-denger ada beberapa universitas negeri yang menggratiskan biaya kuliah jurusan kedokteran, ada tanggungan biaya hidup juga.”
“Yaelah, kamu gak perlu khawatir masuk atau engga, nilai rapotmu itu hampir semuanya sempurna loh, gak mungkinlah ditolak masuk negeri.” ucap Andi.
Mendengar percakapan mereka, teman Ahmad, Dini menghampiri mereka dan berkata, “Iya nih, mana ada kampus yang mau nolak Ahmad. Malah kalau bisa, mungkin kampus-kampusnya yang melamar Ahmad hahaha.”
Ahmad pun tersenyum, “Hush gak boleh sembronolah. Kita gak tau takdir, gusti Allah aja yang tahu. Semuanya udah diatur. Kita tinggal usaha aja, semua yang nentuin kan takdir kita.”
Teman-teman Ahmad pun bergurau, “Duh mau dong jadi anak pinter kayak si Ahmad.”
“Udah-udah ah jadi rame, bel dah bunyi tuh, Bu Erni dah masuk.”
Bu Erni, guru bimbingan konseling sekaligus penanggung jawab pendaftaran kuliah murid kelas 3, masuk ke dalam kelas Ahmad.
“Selamat siang anak-anak. Hari ini ibu ingin mengumumkan tata cara pendaftaran perguruan tinggi, ada jalur nilai, jalur tes, dan jalur mandiri ….”
Semua murid semakin gugup, bingung harus memilih jurusan dan kampus mana yang akan mereka pilih.
Setelah semalaman berdiskusi dengan kedua orang tuanya, berbekalkan ucapan ibunya, “Ibu gak bisa kasih apa-apa, cuma bisa kasih doa restu, semoga jalan kamu selalu dilancarkan sama Allah.” Akhirnya Ahmad memutuskan untuk memilih jurusan kedokteran.
Dua bulan berlalu, masa-masa ujian nasional yang menegangkan akhirnya berlalu. Masih ada waktu 3 hari sampai pengumuman jalur nilai diumumkan.
Kegagalan pertama pun menghampiri Ahmad. Akan tetapi, Ahmad tak berkecil hati. Ia tahu, kesempatan melalui jalur nilai memang sangat kecil.
Berbekalkan uang dari celengan Ahmad, Ahmad akhirnya mendaftarkan dirinya untuk ikut jalur seleksi. Sembari menunggu waktu ujian dan pengumuman, Ahmad membantu ayahnya bekerja, tak jarang juga bekerja di pengepulan sayuran sebagai pencuci sayuran. Ahmad berpikir, walaupun kuliahnya gratis, namun ia tetap membutuhkan perlengkapan kuliah, seperti laptop, dan biaya tak terduga lainnya.
Siang malam, Ahmad tiada hentinya belajar dan berdoa.
Hari demi hari berlalu, hari ujian pun tiba. Ahmad bangun pagi sekali untuk shalat tahajjud, lalu berangkat lebih awal agar tidak terlambat sampai di lokasi ujian. Sebelum berangkat, Ahmad tak lupa untuk meminta restu pada kedua orang tuanya.
“Inget Nak, Allah maha besar, semua takdir udah ditentuin sama gusti Allah. Semangat ya.”
Ucapan Ibunya yang selalu melekat dalam benak Ahmad. Dengan mengucap Bismillah, Ahmad melangkahkan kakinya menuju lokasi ujian.
Ujian berlalu dengan sangat lancar. Hampir semua jawaban bisa terjawab dengan sangat mudah bagi Ahmad.
***
Hari pengumuman tiba. Ahmad pagi-pagi sekali pergi ke sekolah untuk melihat hasilnya menggunakan komputer sekolah.
Melihat sorak sorai teman-temannya yang sudah dinyatakan lulus, Ahmad melangkahkan kakinya pergi menuju ruang BK.
Segala sesuatu memang sudah ditakdirkan. Ahmad lagi-lagi belum berhasil menjadi mahasiswa di kampus impiannya.
“Ahmad, semangat ya. Masih ada jalur mandiri. Kamu pasti bisa kok.”
“Ahmad, masih ada banyak jalan menuju roma.”
“Semangat Ahmad!”
Berbagai kata-kata motivasi dari guru-guru dan teman-temannya mulai berdatangan menghampiri telinga Ahmad. Ahmad hanya bisa menundukkan kepalanya. Tak ada jalur mandiri, pupus sudah harapannya untuk kuliah. Sambil menunggu waktu pengumuman jalur tes, Ahmad mencari informasi tentang jalur mandiri, dimulai dari tesnya, sampai ke biaya kuliahnya. Walaupun ada beasiswa, tetap tidak akan bisa menutupi biaya sumbangan dan biaya semesternya yang sangat tinggi.
Sesampainya di rumah, Ahmad bersimpuh di hadapan ibunya.
“Bu, gagal lagi aku Bu. Gagal udah aku gak bisa kuliah. Padahal… Huhuhu.” Ahmad menangis sejadi-jadinya.
Ibu Ahmad tak bisa berkata-kata, ia hanya bisa menepuk-nepuk pundak Ahmad.
“Bu, aku ini kurang apa, nilai udah bagus, prestasi udah bagus, tingkat kabupaten, nasional, internasional juga udah. Kenapa dunia ini gak adil ya Bu.”
Ayah Ahmad yang baru saja pulang dari ladang, mendengar semua ucapan Ahmad, ia segera menghampiri dan berkata, “Gak apa-apa Ahmad. Jangan berburuk sangka, Allah tahu mana yang terbaik buat kamu, buat keluarga kita. Masih ada tahun depan, masih ada tahun depannya lagi. Yuk semangat ya anak Ayah.”
Memiliki orang tua yang supportive adalah anugrah terbesar. Ahmad sangat bersyukur memiliki kedua orang tua yang sangat pengertian. Walaupun mereka berdua mengenyam pendidikan hanya sampai ke tingkat SMP, akan tetapi pikiran kedua orang tuanya sangat terbuka.
Selama sebulan ini, Ahmad jarang pergi keluar rumah. Ahmad banyak merenung. Kurang lebihnya masih menangisi nasibnya yang terasa sangat buruk. Setelah kondisi mentalnya sudah cukup pulih, Ahmad mencoba untuk mencari pekerjaan.
Sampai akhirnya ditawari menjadi guru privat. Ahmad sangat bersedia. Dalam pikiran Ahmad, dengan menjadi guru privat, ia bisa terus mengingat-ingat materi pelajaran yang sudah ia pelajari selama sekolah.
Hari pertama bekerja tiba, Ahmad pergi mengajar bahasa Inggris dan pelajaran biologi. Tak seperti bayangannya, ternyata mengajar itu tak begitu sulit, untungnya muridnya juga cukup pintar, jadi bisa diajari dengan mudah.
***
Delapan bulan berlalu. Ahmad sudah mulai bisa membeli barang-barang yang akan ia gunakan saat kuliah nanti, seperti smartphone, laptop, dan buku-buku yang berhubungan dengan tes penerimaan mahasiswa.
Bulan Januari, guru BK Ahmad, Bu Erni meminta Ahmad untuk datang ke sekolah. Bu Erni memberi tahu Ahmad tentang beasiswa pemerintah Turki. Mengingat kemampuan bahasa Inggris Ahmad yang baik, ditambah nilai akademik yang bagus, Bu Erni tidak ingin Ahmad, salah satu murid kesayangannya, pendidikannya berakhir begitu saja hanya karena masalah ekonomi.
Ahmad menceritakan hal ini kepada kedua orang tuanya. Orang tuanya selalu sama, mereka selalu mendukung Ahmad, selagi di jalan yang baik.
Masih ada waktu 1 minggu sampai batas pendaftaran beasiswa ini ditutup. Ahmad segera mengumpulkan berkas yang dibutuhkan, tak lupa juga menulis essay sebagai salah satu syarat pendaftaran beasiswa ini. Tak ada tes tulis, hanya ada interview saja, jika pihak kampus tertarik dengan berkas yang dikirimkan pelamar.
Setelah mengirim berkas, kurang lebih 2 minggu kemudian, Ahmad sedang membantu ayahnya di ladang. Ponselnya tiba-tiba berdering.
“Ini yang telepon siapa ya Yah, nomornya bukan nomor Indonesia.” ucap Ahmad.
Ayah menyimpan cangkulnya, lalu berkata, “Penipu kali. Hati-hati ah.”
Ahmad mengingat-ingat nomor kode negara Turki, YA! Telepon ini berasal dari Turki!
Ahmad segera mengangkat telepon itu. Peneleponnya adalah salah satu profesor di universitas yang ia pilih. Setelah berbincang selama dua puluh menit, Ahmad diberi selamat karena berhasil mendapatkan beasiswa kedokteran, dibiayai sampai lulus.
“Tak ada yang mustahil selama Allah ada di hati kita. Hikmah memang sering datang terlambat, bersabarlah dan terus berusaha.” – Ahmad, Bandar Udara Istanbul Atatürk 2019.
END
Terima kasih sudah membaca novel kami. Untuk menyemangati author agar terus update, jangan lupa share, komen dan klik salah satu iklan di web kami(Hehehe lumayan bisa beli cemilan untuk menemani author nulis XD)