“Lembur sendirian aja nih Mbak?” tanya satpam di kantorku.
“Iya nih Pak, Pak kalau nanti taksi lewat, tolong berhentiin ya Pak, makasih,” ucapku.
“Iya siap Mbak. Pulang jam segini, gak ada yang jemput?” tanyanya lagi.
Sebenarnya, aku paling malas harus mengobrol basa-basi seperti ini. Sudah jelas aku memintanya untuk menghentikan taksi, jadi sudah jelas tidak ada yang menjemputku.
“Gak ada Pak, makanya saya minta berhentiin taksi hehehe,” jawabku.
“Oh iya yah hahaha. Sampai rumah nanti makan yah, jangan sampai telat. Tenaga sudah diporsir, harus seimbang juga ya sama gizi yang masuk ke tubuh!” ucapnya.
Bapak ini memang sangat supel dan juga perhatian. Ucapannya kali ini, benar-benar mengingatkanku soal ini. Aku memang cukup sering terlambat makan, hanya karena pekerjaan yang masih menumpuk.
Sesampainya di kostanku, aku melihat lampu kamarku mati, dan kunci sudah tergeletak di samping rak sepatuku. Aku bersyukur, berarti Tina sudah pulang sekarang. Aku meraih kunci kamarku, lalu mulai membuka kunci pintuku. Namun aneh, ternyata pintunya tidak terkunci. Kesal sekali rasanya, Tina sangat teledor pikirku.
Aku masuk ke dalam, dan, “Astaga, siapa itu!”
Aku mendengar suara seseorang bernyanyi di dalam kamar mandi, “Ini aku, Tina, sengaja kuncinya aku taruh di luar, mau biki kejutan buat kamu tadinya.”
“Tina! Ngeselin banget sih!” aku berteriak.
Setelah menyalakan lampu, aku melihat tiga menu hidangan makanan sudah tersedia di atas meja kerjaku. Dan anehnya adalah, bagaimana Tina bisa tahu, kalau aku sangat menyukai makanan berbahan ikan.
“Okay, cool Tina, makasih banyak ya.”
Tina yang saat itu sedang cuti kuliah, sengaja ingin menginap di kostanku satu malam lagi. Setelah selesai makan, aku berbincang dengan Tina.
Sampai detik ini, ia masih mengaku tak punya pacar. Padahal, dengan kejelian mataku, aku bisa melihat kontak yang terus menghubunginya dengan emoji love. Sialnya, terdapat beberapa nama kontak yang terdapat emoji tersebut di belakang namanya. Walaupun aku tak bisa melihatnya dengan jelas, akan tetapi aku tahu betul orang-orang itu pasti orang yang cukup spesial untuk Tina.
Keesokan paginya, aku bangun pagi sekali. Kali ini, Tina tak lagi berulah, ia tetap tidur di sofa. Mendengarku bangun, Tina juga langsung ikut bangun.
Setelah selesai mandi, Tina tiba-tiba memelukku, “Mira, be my girlfriend please …”
“Too fast, aku gak ada perasaan apapun sama kamu Tin,” jawabku.
“Jahat banget sih, kenapa ngasih perhatian berlebihan kalau ujungnya kayak gini?” tanya Tina.
“I didn’t. Jangan sok polos, kamu punya pacar, kamu bukan type aku.” Aku langsung pergi untuk memakai sepatu kerjaku.
“Mereka cuma deket aja sama aku, kalau aku udah punya pacar, aku pasti tinggalin mereka semua. Please, pikirin lagi soal ini, aku kasih waktu dua hari dari sekarang.” Tina langsung bergegas pergi dari kamarku.
Aku tak menahannya, aku biarkan ia pergi. Karena waktu masih cukup pagi, aku tidak jadi berangkat ke kantor sepagi ini. Tadinya, sengaja berangkat lebih pagi agar menghindari kontak dengan Tina yang mulai membuatku jenuh berada di dalam kamarku sendiri.
Sambil membuat kopi, aku mulai memikirkan perkataan Tina. Aneh juga sebenarnya, rasanya 10 menit yang lalu, aku masih merasakan kehambaran pada Tina. Namun, kenapa setelah ia pergi, aku malah memikirkannya!
Dua hari berlalu, Tina yang biasanya menghubungiku, tumben sekali, semenjak dua hari yang lalu, ia benar-benar tak menghubungiku lagi.
Rasa sedih, khawatir, galau bercampur jadi satu. Aduh sial sekali pikirku, apa aku mulai menyukainya?
Baru saja ingin menghubunginya, aku tiba-tiba mendapatkan pesan dari Tina.
“Hi, aku minta jawabannya malam ini ya, di restoran Korea di mall A. Aku lagi pengen banget makanan Korea. Aku tunggu jam tujuh.”
Untungnya, malam ini tidak ada lembur. Jadi, aku bisa menemuinya nanti.
Setelah selesai meja kerjaku, aku langsung memesan taksi online menuju mall A. Selama di perjalanan, aku tidak tahu apa yang harus aku katakan pada Tina nanti. Yang pasti, aku masih belum mengerti dengan perasaanku sendiri.
Bersambung …